Pemikiran Politik Dunia Antar Zaman
Pemikiran
Politik Dunia Antar Zaman
A. Pemikiran
Politik Yunani Kuno
Yunani kuno memang
menaruh perhatian pada permasalahan kehidupan, termasuk masalah sosial dan
politik. Setidaknya ada tiga faktor yang mempengaruhi: Pertama, adanya
kebebasan untuk berbicara. Kedua, negara-negara di Yunani kuno
sering berganti-ganti sistem pemerintahan, dari mulai aristrokasi, tirani,
hingga demokrasi. Ketiga, ketika itu adanya persamaan tentang pengertian
masyarakat dan negara. Keempat, keadaan dan cara hidup orang Yunani kuno ketika
itu memang mengharuskan mereka untuk selalu memperhatikan dan mendiskusikan
masalah-masalah kehidupan. Tokoh-tokoh pemikir politik Yunani Kuno.
1. Socrates
Socrates lahir pada
tahun 469 sebelum Masehi. Seorang yang kuat jasmaninya dan tahan menghadapi
rintangan hidup, ia pernah berkali-kali membaktikan dirinya untuk Athena dalam
peperangan dan pernh pula aktif dalam politik. Tetapi akhirnya ia mengundurkan
diri dari kehidupan politik, dan mencurahkan perhatiannya semata-mata kepada
pemikiran-pemikiran masalah yang bersangkutan dengan masyarakat. Ia mengaku
sebagai seseorang yang tidak tahu apa-apa, suatu sikap yang terkenal dengan
istilah ironi Socrates. Oleh karna mengku tidak tahu itu, ia pun mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan kepada orang-orang, tetapi setiap jawaban yang ia terima
ia sambut lagi dengan pertanyaan lebih lanjut.[1]
Doktrin politik Socrates
bahwa “kebijakan adalah pengetahuan” merupakan dasar bagi pemikiran politiknya
mengenai negara. Socrates tidak terlalu banyak menulis mengenai pandangan
politik namun dengan konsep pemikiran Socrates tersebut telah banyak pemikir
lainnya terpengaruh oleh pandangan Socrates, diantaranya adalah muridnya
sendiri Plato. Socrates mencurahkan perhatiannya dengan sungguh-sungguh pada
perkembangan metodologi atau model procedural untuk mencapai kebenaran. Baginya
prinsip politik juga mendasarkan pada etika yang ia simpulkan kebajikan
pengetahuan. Salah satu kepandaian Socrates adalah bersilat lidah. Salah satu
kepandaian yang ia miliki adalah menyampaikan kebenaran. Socrates juga
mengajarkan bahwa terdapat prinsip-prinsip moralitas yang tidak berubah dan universal
yang terdapat pada hukum-hukum dan tradisi-tradisi yang beragam di berbagai
belahan dunia ini. Socrates menegaskan bahwa norma-norma kebenaran itu bebas
dari dan penting antuk opini individu. Ketika para Sophis (golongan cendekiawan
yunani) menyatakan bahwa hukum tidak lain kecuali konvensi yang muncul demi
kemaslahatan dan bahwa kebenaran adalah yang dianggap benar individu. Socartes
menjawab bahwa mendasarkan hukum tersebut pada akal,
konsepsi ini secara formal menjadi bagian dari pemikiran filosopisnya
2. Plato
Plato lahir dari
keluarga aristokrat pada tahun 429 SM. Plato adalah salah satu dari murid
Socrates, ia menuliska buah pikiran gurunya yang hingga sekarang masih bisa
dibaca. Dalam tulisannya Plato mengambil Socrates sebagai seorang tokoh yang
bertindak sebagai penanya dan pengambil kesimpulan. Ia berniat untuk memasuki
bidang politik sebagai karier hidupnya, tetapi kemudi beralih hidup sebagai
seorang filosof. Pada masa Plato Athena mengalami kemunduran. Ia berusaha
memikirkan bagaimana sebaiknya mengobati Athena dan negara pada umumnya dari
kemunduran, dengan menciptakan pemikiran-pemikiran yang diarahkan untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia secara konkret. Baginya ilmu
dan amal berhubungan erat, tidak dapat dipisahkan. Plato mendirikan sebuah
sekolah di Athena yand ia beri nama akademi. Dalam Akademinya tersebut ia
membentuk ilmu pengetahuan politik, serta mengajarkan mengenai
segala aspek manusia dan masyarakat dalam srti keseluruhan. Bersamaan dengan
Akademinya tersebut Plato juga menciptakan kitab yang bernama Politeia
(republik) yang merupakan kitab pegangan di sekolahnya. Politeia itu juga
bernama keadilan, karna pada pikiran Plato keadilan itu terletak pada
persesuian dan keselarasan antara fungsi di satu pihak dan kecakapan serta
kesanggupan pun di pihak lain.[2]
Bentuk terbaik dari
suatu pemerintahan, menurut Plato, adalah pemerintahan yang dipegang oleh kaum
aristokrat. Yang dimaksud aristokrat di sini bukannya aristokrat yang diukur
dari takaran kualitas, yaitu pemerintah yang digerakkan oleh putera terbaik dan
terbijak dalam negeri itu. Orang-orang ini mesti dipilih bukan lewat pungutan
suara penduduk melainkan lewat proses keputusan bersama. Orang-orang yang sudah
jadi anggota penguasa atau disebut “guardian” harus menambah orang-orang yang
sederajat semata-mata atas dasar pertimbangan kualitas.
3. Aristoteles
Aristoteles
mengemukakan dalam Politea bahwa setiap polis merupakan
jenis perkumpulan dan setiap perkumpulan bertujuan mencapai sesuatu yang
dianggap baik yang kemudian melahirkan adanya politikos yang
menyelenggarakan soal politik sama seperti raja dalam suatu kerajaan yang
mempunyai suatu otoritas sesuai dengan seni kenegarawannya sendiri
sendiri.maka kita juga harus memikirkan konstitusi yang terbaik dan cara hidup
yang baik bagi mayoritas orang.cara penentuan konstitusi menurut aristoteles
adalah musyawarah yang berdaulat yang memutuskan tentang Perang, Undang-undang,
Dalam hal pembuangan,penyitaan dan hukuman mati Dan dalam pengangkatan
pejabat-pejabat pemerintah. Sebagai
murid Plato, walaupun Aristoteles banyak terpengaruh olehnya, namun tidak semua
ajarannya diterima mentah-mentah. Ajarannya dikupas secara praktis. Pengupasan
juga dilakukan secar logis dan sistematis berdasarkan metode induksi atas
penyelidikan ilmiah dan perbandingan sistem yang ada. Aristoteles
mengklasifikasikan sistem-sistem politik seperti di bawah ini:
• Monarki
(kerajaan), diperintah oleh seorang raja untuk kepentingan semua, tapi jika
sebaliknya dapat berpotensi tirani
• Aristokrasi,
diperintah beberapa orang untuk
kepentingan bersama, jika sebaliknya dapat berpotensi
oligarki, memperkaya sekelompok orang saja.
• Polity,
diperintah semua rakyat untuk kesejahteraan umum, jika sebaliknya, mayoritas rakyat
memerintah untuk kepentingan si miskin saja dapat menjadi demokrasi.
Menurut
Aristoteles, sistem politik terjelek adalah
tirani dan demokrasi yang terlalu berlebihan. Baginya tidak ada
sistem politik terbaik, maka diperlukan adanya konstitusi. Selain berpikiran
pentingnya suatu keadilan dalam suatu negara, Aristoteles juga berpikir bahwa
hukum yang dapat dipaksakan diperlukan untuk memupuk persahabatan. Negara
terbaik bagi Aristoteles adalah negara di mana tiap warganya sejauh mungkin
turut serta dalam kehidupan politik atau negara.
B. Pemikiran
Politik Romawi
Romawi kuno adalah
sebuah peradaban yang tumbuh dari Negara kota Roma, didirikan di semenanjung
Italia sekitar abad ke 9 SM, Periode 100-510 SM di semenanjung Apenina dihuni
oleh bangsa pendatang dari laut Kaspia sedangkan di bagian selatan dihuni oleh
bangsa Funisia dan Yunani. Di antara mereka terjadi percampuran sehingga
melahirkan bangsa romawi. kebudayaan romawi berubah dari sebuah monarki menjadi
republic oligarki sampai kekaisaran yang luas.
Pada zaman Romawi Kuno (354 - 430 M) muncullah pemikir-pemikir politiknya yang sangat terkenal yaitu Santo
Agustinus dan Thomas Aquinas. Pada zaman Romawi Kuno ini bangsa Eropa berada
dibawah dogma-dogma gereja yang sangat kuat, maka pemikiran tokoh-tokohnya juga
akan memiliki pemikiran yang religius, yakni:
1. Santo
Agustinus
Pemikiran pertama yang
dengan jelas mengajukan tuntutan legitimasi etis terhadap negara adalah
St.Agustinus. Ia menganalogikan negara ibarat tubuh (body) dan jiwa (soul).[3] Tubuh
tidaklah kekal, fana, semasa yang akan hancur secara alamiah, sebaliknya jiwa
itu bersifat kekal abadi tidak akan pernah mati atau hancur. Berdasarkan hal
itu, Agustinus membuat kategori dua bentuk Negara, yaitu Negara Tuhan dan
Negara Iblis atau Negara Duniawi.tuhan menggunakan negara untuk berbuuat
manusia menjadi patuh sebab tuhanlah yang menciptakan negara fungsi
negara adalah memberi kedamaiaan seperti halnya gereja meski tak sempurna[4].Kedudukan
gereja di bawah Paus lebih tinggi daripada negara yang dipimpin Raja.
2. Thomas
Aquinnas
Thomas menyatakan
dalam Summa Theologica bila suatu pemerintahan yang tidak adil
diselenggarakan oleh satu orang yang mencari keuntungan belaka dengan kekuasaan
dan bukan untuk kelompok dan negaranya,dapat dikatakan dia tirani.dan
apabila pemerintahan itu diselenggarakan oleh beberapa orang dapat
dikatakan oligarki.bila dikerjakan oleh sebuah kelompok maka
disebut demokrasi. Negara merupakan lembaga yang menguasai
sebuah masyarakat dan jelas pula bahwa negara-negara terdiri dari berbagai
lembaga di dalamnya. Lembaga-lembaga ini saling berinteraksi dalam sebuah
aturan dan prosedur yang membentuk sebuah sistem kekuasaan. Aturan dan prosedur
ini didasarkan pada sebuah prinsip, sebuah norma yang dikaitkan untuk suatu
tujuan tertentu. Karena itu, untuk mengerti negara, kita juga harus mengerti
dan memahami prinsip dan norma serta tujuan dari negara tersebut.
C. Pemikiran
Politik Abad Pertengahan
Pada zaman ini terdapat
pendapat bahwa agama menempati kedudukan penting dalam kehidupan humanis
Kristen, ia tidak lagi menjadi faktor yang menyeluruh dan penting sebagaimana
selama abad pertengahan. Dan bagi beberapa humanis pangan, Tuhan sepenuhnya
digantikan oleh manusia sebagai sumber kekuasaan, karena manusia yang tunduk
pada otoritas yang tidak dia ciptakan berarti merendahkan derajatnya sebagai
makhluk rasional.
Jika pendapat Tuhan
sepenuhnya digantikan oleh manusia sebagai sumber kekuasaan, maka akan terjadi
kesewenang-wenangan dalam mengendarai kekuasaan. Sebab tidak ada lagi yang ditakuti
dan tidak ada lagi yang membatasi apapun perilaku yang diperbuat, termasuk
doktrin menghalalkan segala cara dalam mendapatkan sesuatu. Selain itu pada
jaman ini telah terjadinya perpecaha yang ditandai dengan adanya perang antar
suku dan etnis. Tokoh-tokoh pemikir politik pada abad pertengahan:
1. Ibnu
Khladun
Ibnu Khaldun
dalam Muqaddimah[5] mengemukakan
adanya ashabiyah menbentuk adanya suatu negara dan secara
otomatis juga menentukan kepala negara yang harus berpenggetahuan luas disertai
kesanggupan untuk menggambil keputusan sesuai syariat Islam,jujur,berpegang
pada kebenaran,mempunyai kesanggupan dalam menjalankan kewajiban seorang kepala
negara.Perubahan-perubahan dalam masyarakat, termasuk bangkit dan jatuhnya
negara-negara disebabkan oleh kekuatan-kekuatan sosial di
dalam masing- masing kelompok. Kekuatan-kekuatan
ini identik dngan ashabiyah (suatu bentuk
solidaritas sosial), mungkin dijumpai di kalangan masyarakat nomaden dan
cenderung untuk menggerakkan nafsu paling kuat terhadap perang dan menggiring
pada konflik tetap di antara mereka. Pada sisi yang lain, agama adalah suatu
perasaan spiritual dari persaudaraan yang mungkin
menjadi matang dalam komunitas-komunitas tidak berpindah, dan oleh
karena itu merupakan kekuatan yang lebih lunak daripadaashabiya.
2. Niccolo
Machiavelli
Machiavelli sering
dikemukakan sebagai seorang pemikir yang tidak mengindahkan nilai moral.bahkan
dalam The Prince [6]ia
menganjurkan para pemimpin untuk mengesampingkan nilai moral untuk
mempertahankan kekuasaan bersamaan dengan kemasyuran,
reputasi dan kehormatan.Machiavelli sangat kasar dalam menerapkan
strategi-strategi yang bisa dipakai oleh penguasa. Kekejaman bisa dilakukan
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Penguasa tidak harus memakai
keimanannya ketika melakukan hal itu karena akan menghancurkan kepentingannya,
dan dia tidak harus belajar menjadi baik. Ia tidak perlu khawatir jika dibenci
karena kekejamannya, selama ia membuat rakyat bersatu dan tunduk. Penguasa
perlu melakukan tindakan yang bijaksana, bahkan tindakan licik dalam mengejar
kekuasaan. Machiavelli juga bersiteguh bahwa generalitas rakyat itu sederhana
dan mudah ditipu.Jadi dalam hubungan dengan ikatan janji, kalau perlu tidak
perlu mengikatkan pada janji itu. Juga sikap belas kasih, jujur, kemanusiaan,
semuanya bergantung pada keperluan. Hanya saja, Machiavelli
mengingatkan, orang harus yakin bahwa penguasa mempunyai
sifat-sifat itu, sungguhpun sebenarnya tidak. Machiavelli sepertinya menyuruh
orang mengelabui atau menipu orang lain. Pemikiran ini banyak dipakai oleh
penguasa di negara eropa pada masa merkantilisme seperti Tsar
Rusia Peter Agung,Louis XVII.
3. Al-Farabi
Al Farabi menyatakan
bahwa suatu negeri ibarat suatu badan yang lengkap dan saling bekerja satu sama
lain[7] dengan
dipimpin oleh seorang kepala negara hingga mencapai kebahagian yang diinginkan.
Sistem masyarakat dalam pemikiran Al Farabi seperti piramida bagian atas di
duduki oleh para filsuf di bawahnya ada tentara yang siap melindungi
penguasa barulah pada bagian yang terakhir terdapat rakyat yang harus patuh
pada penguasa.seperti halnya Ibn Khaldun pemimpin harus mempunyai akal yang
bagus.Kota demokratis dalam pemikiran politik al-Farabi nampaknya adalah sebuah
alternatif untuk terwujudnya sebuah kota utama. Model kota utama yang terlalu
idealistik, dan juga mensyaratkan adanya seorang pemimpin yang sempurna, karena
pemimpin yang sempurnalah yang mampu menujukkan dan mengarahkan yang
dipimpinnya pada kebahagiaan, yang tentu akan sulit sekali ditemukan sosoknya.
Sedangkan manusia membutuhkan sebuah institusi negara untuk dapat menjalani
hidup mereka. Oleh karena itu muncul opsi kota demokratis, di mana seperti yang
dikatakan al-Farabi dalam al-Siyasah al-Madaniyah bahwa kota
ini akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang diidealkan, paling tidak
memiliki peluang lain yang lebih besar daripada kota-kota dengan model lainnya.
4. Ibnu
Taimiyah
Mengatur urusan umat
adalah bagian dari kewajiban agama.maka dari itu dibutuhkan suatu
penegakan imamah sebagai pembantu dalam mengatur umat ia juga
tak membenarkan khalifah- khalifah daulah Abbasiyah hanya dijadikan
sebuah simbol oleh sekelompok elite.bahkan ia juga menolak jika pemimpin harus
dipilih ahl al-hall wa al aqd yang dipandang hnya
sebagai alat dalam memperoleh legitimasi kekuasaan yang panjang[8]
5. Jean
Jaqques Rosseau
Negara yang terbentuk
atas kehendak bersama merupakan kebaikan yang bersifat universal sehingga
menampung setiap aspirasi yang berasal dari rakyatnya. Sedangkan negara
berkewajiban untuk melindungi kekayaan atau harta yng dimiliki oleh warganya
serta menjamin warga negaranya agar mereka mendapatkan kebahagiaan serta mereka
merasa aman. Hukum yang pada dasarnya berasal dari aspirasi tiap warga negara
maka harus ditegakkan demi kepentingan rakyatnya. Pemerintahan dalam
definisi rousseau adalah suatu badan perantara yang dibentuk antara warganegara
dan kedaulatan tertinggi demi terjalinnya komunikasi timbal balik. Pemerintahan
merupakan badan yang terdiri dari kalangan governours, prince atau magistrates
dan memilki melaksanakan kewajiban hukum serta menjaga kebebasn sipil dan
politik rakyat[9].
Dengan diselenggarakannya perjanjian masyarakat itu, berarti bahwa tiap-tiap
orang melepaskan dan menyerahkan semua hak nya kepada kesatuan yaitu
masyarakat. Jadi sebnagai akibat diselenggarakannya perjanjian masyarakat ini
adalah : 1. Terciptanya kemauan umum, yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang
yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat, dan inilah yang bisa disebut
sebuah keadulatan. 2. Terbentuknya masyarakat, yaitu kesatuan dari orang-orang
yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat, masyarakat inilah yang mempunyai
kemauan umum yaitu sebuah kekuasaan tertinggi dan kedaulatan yang tidak bisa
dilepaskan.
6. Thomas
Hobbes
Adapun kekuasaan
terbesar untuk kebahagiaan manusia adalah negara (Leviathan)[10].
Hobbes mengibaratkan Negara sebagai Leviathan, sejenis monster (makluk
raksasa) yang ganas, menakutkan dan bengis yang terdapat dalam kisah perjanjian
lama. Makluk raksasa ini selalu mengancam keberadaan makluk-makluk lainnya.
Leviathan tidak hanya ditakuti tapi juga di patuhi segala perintahnya. Hobbes
menjuluki Negara kekuasaan (machtsstaat) sebagai Leviathan. Negara ini
menimbulkan rasa takut kepada siapapun yang melanggar Hukum Negara, Negara
leviathan tak segan-segan menjatuhkan vonis Hukuman mati. Negara Leviathan
harus kuat. Bila lemah akan timbul anarkhi, perang sipil mudah meletus dan
dapat mengakibatkan kekuasaan terbelah.[11] Menurut
Hobbes keadaan yang berpotensi menimbulkan anarkhi dan perang didasarkan pada
hakikat alamiah yang melekat pada diri manusia itulah yang melahirkan
persaingan sesama manusia. Dalam usaha memaksimalisasi kebahagiaan dan
meminimalisai penderitaan diri, manusia akan berhadapan dengan manusia lain.
Maka ada sebagian manusia yang akan lebih berhasil mencapai lebih banyak
kebahagiaan dan sedikit penderitaannya, tetapi dilain pihak sebagian besar
manusia lainnya lebihbanyak menderita dari pada memperoleh kebahagiaan mereka
yang kalah dalam persaingan itu akan tersingkir dan mereka yang menang akan
berkuasa. Hobbes berpendapat bahwa kehidupan manusia akan selalu diwarnai oleh
persaingan dan konflik kekuasaan, kekerasan menjadi alat yang ampuh yang sering
digunakan dalam persaingan dan konflik itu. Secara alamiah manusia akan
memerangi manusia lain manusia akan menjadi serigala bagi manusia lain ( homo
homini lupus). Semua manusia akan berperang melawan semua (bellum omnium contra
omnes).
D. Pemikiran
Politik Zaman Modern
Usaha manusia untuk
memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah dirintis oleh para
pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad modern. Abad modern adalah
era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya.
Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan
akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat
dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh
masalah kemanusiaan. Tokoh-tokoh pemikir politik modern:
1. John
Locke
Pandangan Locke tentang
negara terdapat dalam bukunya yang berjudul "Dua Tulisan tentang
Pemerintahan" (Two Treatises of Civil Government)[12].
Ia menjelaskan pandangannya itu dengan menganalisis tahap-tahap perkembangan
masyarakat. Locke membagi perkembangan masyarakat menjadi tiga, yakni keadaan
alamiah (the state of nature), keadaan perang (the
state of war), dan negara (commonwealth).
Tahap keadaan alamiah
adalah tahap dimana manusia memiliki hubungan harmonis, memiliki
kebebasan dan kesamaan hak yang sama.
Setiap manusia bebas menentukan dirinya dan menggunakan apa yang
dimilikinya tanpa terjadi kekacauan karena telah patuh terhadap ketentuan hukum
kodrat yang diberikan oleh Tuhan.
Tahap kedua adalah
Keadaan Perang. Locke menyebutkan bahwa ketika keadaan alamiah telah mengenal
hubungan-hubungan sosial maka situasi harmoni mulai berubah. Penyebab utamanya
adalah terciptanya mata uang yang dapat membuat manusia lupa akan keadaan
alamiah nya dimana mereka hanya mencari nafkah untuk sekedar konsumsi. Dengan
adanya uang, manusia berlomba – lomba membuat dirinya kaya. Ketidaksamaan harta
kekayaan membuat manusia mengenal status tuan-budak, majikan-pembantu, dan
status-status lainnya. Untuk mempertahankan harta miliknya, manusia menjadi
iri, saling bermusuhan, dan bersaing. Masing-masing berusaha untuk mempertahankan
miliknya sendiri. Keadaan alamiah yang harmonis dan penuh damai tersebut
kemudian berubah menjadi permusuhan, kedengkian, kekerasan, dan saling
menghancurkan. Situasi seperti ini berpotensi memusnahkan kehidupan manusia
jika tidak ada jalan keluarnya,Tahap yang ketiga adalah tahap Terbentuknya
Negara. Untuk menciptakan jalan keluar dari keadaan perang sambil menjamin
milik pribadi, maka masyarakat sepakat untuk mengadakan "perjanjian
asal". Inilah saat lahirnya negara persemakmuran (commonwealth).
Dengan demikian, tujuan
berdirinya negara bukanlah untuk
menciptakan kesamarataan setiap orang, melainkan
untuk menjamin dan melindungi milik pribadi setiap warga
negara yang mengadakan perjanjian tersebut. Di dalam perjanjian tersebut,
masyarakat memberikan dua kekuasaan penting yang mereka miliki di
dalam keadaan alamiah kepada negara. Kedua
kuasa tersebut adalah hak untuk menentukan bagaimana
setiap manusia mempertahankan diri, dan hak untuk menghukum setiap pelanggar
hukum kodrat yang berasal dari Tuhan.
2. Karl
Marx
Karl Heinrich Marx
(Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – London, 14 Maret 1883) adalah seorang filsuf,
pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan. Walaupun Marx menulis tentang
banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap
sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai
“Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah
tentang pertentangan kelas”, sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka
dari Manifesto Komunis.
Das Kapital Capital,
dalam terjemahan bahasa Inggris, atau Modal adalah suatu
pembahasan yang mendalam tentang ekonomi politik yang ditulis oleh Karl Marx
dalam bahasa Jerman yang merupakan suatu analisis kritis terhadap kapitalisme
dan aplikasi praktisnya dalam ekonomi dan juga dalam bagian tertentu, merupakan
kritik terhadap teori-teori terkait lainnya. Kekuatan pendorong utama
kapitalisme, menurut Marx, terdapat dalam eksploitasi dan alienasi tenaga
kerja. Sumber utama dari keuntungan baru dan nilai tambahnya adalah bahwa
majikan membayar buruh-buruhnya untuk kapasitas kerja mereka menurut nilai
pasar, namun nilai komoditi yang dihasilkan oleh para buruh itu melampaui nilai
pasar. Para majikan berhak memiliki nilai keluaran (output) yang
baru karena mereka memiliki alat-alat produksi (kapital) yang produktif. Dengan
menghasilkan keluaran sebagai modal bagi majikan, para buruh terus-menerus
mereproduksikan kondisi kapitalisme melalui pekerjaan mereka.
Marx bukan saja sebagai
filsuf yang memiliki pandangan yang berbeda dari lain mengenai sejarah materi,
sejarah manusia kaitannya dengan perubahan sejarah itu sendiri. Ia memiliki
pandangan bagaimana perubahan itu harus terjadi, ia memahami lebih dari itu ia
ingin mengubah dunia ini.
3. Friedrich
Engels
Friedrich Engels adalah
keturunan Inggris dan Jerman. Friedrich Engels mempunyai banyak sekali profesi
selama hidupnya. Dia pernah menjadi seorang industrialis, ilmuwan social,
penulis, teoreyikus politik, ahli filsafat dan juga bapak Marxisme. Orang-orang
mungkin mengira bahwa hanya Karl Marx lah yang menjadi bapak Marxisme, tetapi
ternyata Friedrich Engels pun adalah seorang bapak Marxisme seperti Karl Marx.
Sebagai seorang
penulis, Friedrich Engels menghasilkan banyak sekali karya yang tentunya sudah
dikenal banyak orang. Beberapa karya utama yang telah ditulis oleh Friedrich
Engels dimulai dari sebuah buku yang diterbitkan pada tahun 1844 berjudul “The
Holy Family”. Penulisan buku ini dibantu oleh Karl Marx. Buku ini berisi kritik
yang ditujukan pada sebuah kelompok bernama “Young Hagelians” atas pemikiran
mereka pada dunia pendidikan pada saat itu. Buku kedua yang sangat terkenal
dari Friedrich Engels berjudul “The Condition of the Working Class in England“.
Buku ini diterbitkan pada tahun 1844 juga. Buku ini menyajikan detail-detail
yang mendiskripsikan dan menganalisis kaum pekerja di BBritania Raya.
Pendeslripsian dan analisis ini merupakan hasil pengamatan dari Friedrich
Engels pada saat dia tinggal di daerah Manchester and Salford dBritania Raya.
Buku ketiga terbit pada tahun 1878. Buku ini berjudul “Herr Eugen Dühring's
Revolution in Science”. Buku ini juga dikenal dengan judul “Anti-Dühring, Herr
Eugen Dühring's Revolution in Science”. Buku ini mendiskripsikan dengan detail
kritik yang ditujukan untuk posisi filosofis dari seorang bernama Eugen Dühring
yang merupakan seorang ahli filsuf Jerman dan pengkritik Marxisme yang diyakini
olek h Karl Marx dan Friedrich Engels. Buku yang merupakan karya utama
Friedrich Engels berjudul “Socialism: Utopian and Scientific”. Buku ini
diterbitkan pada tahun1880. Buku ini berisi kritik dari Friedrich Engels
terhadap sosialis Utopia seperti Fourier dan Owen. Selain itu, buku ini berisi
penjelasan tentang kerangka sosialis untuk mengerti kapitalisme.
Kekuasaan otoriter
dalam revolusi. Pendapat Engles yang mengatakan tidak segan-segan menjalankan
terror guna mencapai suatu maksud. Kekuasaan (authority), menurutnya adalah
sama dengan "paksa kemauan orang lain terhadap kita, dan sebaliknya orang
yang dipaksa itu akan terpaksa tunduk suatu revolusi. Engles pernah
mengemukakan bahwa bila kelas social telah tidak ada, maka kekuasaan politik
pun akan lenyap. [13]
4. Vladimir Llyich Lenin
Vladimir Ilyich Lenin; lahir dengan nama Vladimir Ilyich Ulyanov
(lahir 22 April 1870 - 21 Januari 1924) adalah seorang Rusia komunis
revolusioner , politisi dan ahli teori politik yang menjabat sebagai pemimpin
SFSR Rusia dari 1917, dan kemudian merangkap Perdana Menteri Uni Soviet pada
tahun 1922.
Lenin memiliki tujuan yang pasti dibandingkan Marx dalam merealisasikan
konsep komunisme, yakni merebut kekuasaan di negerinya (Uni Soviet) dengan
melakukan perubahan radikal dalam stuktur politik, social dan ekonomi. [14] Lenin
adalah tokoh komunis yang lebih merasakan kenyataan bahwa ditahun-tahun awal
setelah usai revolusi oktober 1917 bahwa mewujudkan masyarakat komunis,
membangun stuktur kenegaraan yang baru, tidaklah mudah seperti yang dikatakan
oleh karl marx.
Simpulan
Para pemikir politik
Yunani dan Romawi lebih sering menggunakan filsafat sebagai pedoman pembahasan
politik meraka. Sedangkan para pemikir dari abad pertengahan cenderung lebih
kepada berjalannya suatu pemerintahan dengan cara-cara pembagian kekuasaan
berdasarkan dokrin-dokrin agama yang di anut oleh para pemikir tersebut, dan
para pemikir abad modern lebih mengedepankan rasio untuk menguji kebenaran atas
doktrin-doktrin yang telah ada sebelumnya.
Teori-teori politik
para pemikir ini semua tidak bisa diadopsi secara utuh sesuai dengan
kehendaknya. Kita harus memasukkan unsur-unsur lain yang menyangkut pandangan
optimis terhadap manusia (melihat manusia dari sifat baiknya) karma manusia
juga menginginkan hidup dalam keadaan aman.
DAFTAR PUSTAKA
Basalim, Umar, Pemikiran Politik Barat Sejarah Filsafat Ideologi
dan Pengaruhnya Terhadap Dunia ke-3, Jakarta: Bumi
Aksara, 2007.
Iqbal, Muhammad, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga
Kotemporer, Jakarta: Kencana, 2010.
Maridjan, Kacung, Ilmu
politik dalam paradigma abad 21, Jakarta: Kencana, 2013.
Noer, Deliar, Pemikiran Politik di Negeri Barat, Bandung:
Mizan, 1998.
Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2007
fekon-unima.ac.id
Komentar
Posting Komentar