EKONOMI MAKRO
fekon-unima.ac.id
Materi Kuliah
Pengantar Teori
Ekonomi Makro
I. Pendahuluan
Secara umum, ilmu
ekonomi berguna karena ia memberikan petunjuk-petunjuk mengenai kebijaksanaan
apa yang bisa diambil untuk menanggulangi suatu permasalahan ekonomi tertentu.
Ekonomi makro, sebagai satu cabang dan ilmu ekonomi, berkaitan dengan permasalahan
kebijaksanaan tertentu, yaitu permasalahan kebijaksanaan makro.
Tugas pengendalian
makro adalah juga mengusahakan agar perekonomian bisa bekerja dan tumbuh secara
seimbang, terhindar dan keadaan-keadaan yang bisa mengganggu keseimbangan umum
tadi. Pengelolaan yang lebih khusus atas masing-masing sektor perekonomian
bukan bagian dan tugas pengendalian makro, meskipun menjaga keseimbangan antara
masing-masing sektor termasuk di dalam tugas tersebut.
II. Permasalahan Ekonomi Makro
Secara garis besar,
permasalahan kebijaksanaan makro mencakup dua permasalahan pokok:
a. Masalah jangka
pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan bagaimana
“menyetir” perekonomian nasional dan bulan ke bulan, dan triwulan ke triwulan
atau dan tahun ke tahun, agar terhindar dan tiga “penyakit makro” utama yaitu:
1) inflasi,
2) pengangguran dan
3) ketimpangan dalam
neraca pembayaran.
b. Masalah jangka
panjang atau masalah pertumbuhan. Masalah ini adalah mengenai bagaimana kita
“menyetir” perekonomian kita agar ada keserasian antara pertumbuhan penduduk,
pertambahan kapasitas produksi, dan tersedianya dana untuk investasi. Pada
asasnya masalahnya juga berkisar pada bagaimana menghindari ketiga penyakit
makro di atas, hanya perpektif waktunya adalah lebih panjang (lima tahun,
sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima tahun).
Dalam analisa jangka
pendek faktor-faktor berikut ini kita anggap tidak berubah atau tidak bisa kita
ubah:
(a) Kapasitas total
dan perekonomian kita. Kegiatan investasi dalam jangka pendek, masih mungkin
dilakukan, tetapi ha nya dalam arti khusus, yaitu sebagai pengeluaran investasi
berupa penambahan stok barang jadi, setengah jadi atau pun barang mentah di
dalam gudang para pengusaha, dan pengeluaran oleh perusahaan-perusahaan untuk
pembelian barang-barang modal (mesin-mesin, konstruksi gedung-gedung dan
sebagainya). Tetapi yang perlu diingat, “jangka pendek” yang kita maksud di
sini adalah begitu pendek sehingga pengeluaran (pembelian) barang-barang modal
tersebut beleum bias menambah kapasitas produksi dalam periodesasi tersebut.
(Yaitu mesin-mesin sudah dibeli tapi belum dipasang).
(b) Jumlah penduduk
dan jurnlah angkatan kerja. Dalam suatu triwulan misalnya, jumlah-jumlah mi
praktis bisa dianggap tidak berubah.
(c) Lembaga-lembaga
sosial, politik, dan ekonomi yang ada.
Selanjutnya dari segi
teori, apabila kita ingin “menyetir” perekonomia kita dalam jangka pendek, kita
harus melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat jangka pendek pula,
misalnya dengan jalan :
1. menambah jumlah uang yang beredar,
2. menurunkan bunga kredit bank,
3. mengenakan pajak import,
4. menurunkan pajak pendapatan atau pajak
penjualan,
5. menambah pengeluaran pemerintah,
6. mengeluarkan obligasi negara dan sebagainya.
Kebijaksanaan-kebinksanaan
semacam ini mempunyai ciri umum bahwa kesemuanya bisa dilakukan tanpa harus
mengubah ketiga factor tersebut di atas.
Jadi seandainya kita
menginginkan kenaikan produksi dalam jangka pndek, kita bisa melakukannya
dengan, misalnya:
1. memperlancar distribusi bahan-bahan mentah
kepada para produsen,
2. mendorong pcngusaha untuk mempergunakan
pabrik-pabriknya secara lebih intensif (menambah giliran kerja/shift),
3. memberikan kerja lembur kepada para karyawan
dan sebagainya.
Kehijaksanaan-kebijaksanaan
semacam mi bisa menaikkan arus produksi barang/jasa tanpa mengubah ketiga
faktor di atas. Kesemuanya ini adalah kebijakilnaan-kebijaksanaan jangka
pendek. Dan kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam inilah yang sering diandalkan
untuk tujuan stabilisasi.
Meskipun demikian
perlu kita catat di sini bahwa dalam praktek yang berkaitan antara masalah
jangka pendek dan masalah jangka panjang, adalah sangat erat, terutama bagi
negara-negara sedang berkembang. Dengan lain kata, kita seringkali tidak bisa
mengkotakkan secara jelas mana yang jangka pendek dan mana yang jangka panjang.
Di banyak
negara-negara sedang berkembang, kita tidak bisa melakukan kebijaksanaan
stabilisasi yang terlepas dan kebijaksaanaan pembangunan ekonomi (jangka
panjang). Seringkali kebijaksanaa-kebijaksanaan jangka pendek yang kita
sebutkan di atas, meskipun kita Iaksanakan secara setepat-tepatnyapun, tidak
bisa menghilangkan secara tuntas penyakit makro, seperti inflasi dan
pengangguran yang diderita oleh masyarakat dalam jangka pendek. Sebabnya adalah
bahwa di negara-negara tersebut seringkali penyakit iniflasi dan pengangguran
tersebut berakar pada sebab-sebab “sturuktural,” yaitu pada faktor-faktor yang
hanya bisa berubah atau diubah dalam jangka panjang dan biasanya melalui pembangunan
ekonomi dan social.
III. Kerangka Analisa makro
Setelah kita
mengetahui duduk persoalan mengenai masalah -masalah pokok apa yang dikaji
dalam ekonomi makro, maka pertanyaan selanjutnya adalah mengetahui bagaimana
mengaji masalah- masalah tersebut sehingga bisa diperoleh jawaban yang
diinginkan.
Terdapat dua aspek
utama dan kerangka analisa ini. Yang pertarna adalah aspek mengenai “apa” yang
disebut kegiatan ekonomi makro dan “di mana” kegiatan tersebut dilakukan. Yang
kedua adalah aspek mengenai “siapa” pelaku-pelakunya.
a. Empat pasar Makro
Dalam analisa ekonomi
makro kita melihat kegiatan ekonomi nasional secara lebih menyeluruh dibanding
dengan apa yang kita pelajari dalam ekonomi Mikro. Kita tidak lagi melihat
pasar beras, pasan blue jeans, pasar rokok kretek, pasar Honda secana
sendiri-sendiri. mi sesuai dengan pengertian mengenai “pengendalian umum” di
alas. Di sini kita melihat pasar-pasar tersebut dan pasar-pasar barang/jasa
lainnya sebagai satu pasar besar, yang kita ben nama “pasar barang”. Tetapi
dalam ekonomi makro kita tidak hanya mempelajani satu pasar ini saja.
Perekonomian nasional kita lihat sebagai suatu sistem yang terdiri dan empat
pasar besar yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu:
(a) Pasar Barang
(b) Pasar Uang
(c) Pasar Tenaga Kerja
(d) Pasar Luar Negeri
Di pasar luar negeri
permintaan akan barang ekspor kita he. sama dengan penawaran akan barang
tersebut menentukan harga rata-rata ekspor kita dan kuantitas atau volume
ekspor, Harga – harga dikalikan volume ekspor memberikan penerimaan devisa
ekspor. Di pasar yang sama permintaan masyarakat kita akan barang-barang impor
dan menentukan harga rata-rata impor dan ‘ volume impor. Juga di sini, harga
rata-rata dikalikan volume import memberikan pengeluaran devisa kita untuk
impor barang-barang/jasa tersebut. Untuk pasar luar negeri, seringkali
menggabungkan pasar eksport dan pasar impor dan mengamai apa yang terjadi
dengan:
(a)
Neraca Perdagangan, yaitu penerimaan devisa ekspor dikurangi pengeluaran devisa
untuk import atau Neraca Pembayaran apabila kila ingin pula mengetahui tentang
aliran keluar-masuknya modal
(b)
Dasar Penukaran Luar Negeri(terms of trade), yaitu harga rata-rata ekspor kita
dibagi dengan harga rata-rata impor kita.
(c)
Cadangan Devisa, yaitu persediaan devisa yang kita pun pada awal tahun plus
saldo neraca pembayaran.
Dalam teori ekonomi
makro mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi P dan Q di masing-masing
pasar. Karena P dan Q tersebut adalah hasil pertemuan (atau perpotongan) antara
kurva permintaan dan kurva penawaran, maka ini berarti bahwa teori ekonomi
makro pada pokoknya mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi posisi
kurva permintaan dan penawaran di masingmasing pasar.
Selanjutnya dengan
diketahuinya faktor-faktor ini dan pengaruhnya terhadap posisi kurva permintaan
dan penawaran, maka kita selanjutnya bisa menanyakan faktor-faktor mana di
antara semua factor-faktor tersebut yang bisa dipengaruhi oleh pemerintah
melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonominya. Dengan demikian kita bisa
mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan mana yang bisa digunakan oleh pemerintah
untuk mempengaruhi P dan Q di masing-masing pasar. Inilah tujuan akhir dan
mempelajari teori makro, yaitu untuk digunakan sebagai petunjuk bagi pemilihan
atau perumusan kebijaksanaan.
b.Lima Pelaku Makro
Dalam teori makro kita
menggolongkan orang-orarig atau lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan ekonomi
menjadi limo kelompok besar, yaitu:
(a) Rumah Tangga,
(b) Produsen,
(c) Pemerintah,
(d) Lembaga-lembaga
Keuangan,
(e) Negara-negara Lain.
Kegiatan dan kelima
kelompok pelaku ini serta kaitannya dengan keempat pasar di atas dimana :
> Permintaan :
1. Pengeluaran
konsumsi oleh Rumah Tangga
2. Belanja barang oleh
Pemerintah
3. Investasi oleh
Perusahaan
4. Ekspor ke luar
negeri
5. Kebutuhan tenaga
kerja oleh Pemerintah
6. Kebutuhan tenaga
kerja oleh Perusahaan
7. Kebutuhan uang
tunai dan kredit
8. Kebutuhan Rumah
Tangga akan uang tunai
9. Kebutuhan
Perusahaan-perusahaan Asing akan rupiah
> Penawaran
1. Hasil produksi dalam negeri
2. Impor dan luar negeri
3. Tenaga kerja yang disediakan oleh Rumah Tangga
4. Suplai uang kartal
5. Tabungan Rumah Tangga
6. Suplai uang giral
7. Suplai dana luar negeri.
* Kelompok Rumah Tangga melakukan
kegiatan-kegiatan pokok seperti:
(a)
menerima penghasilan dan para produsen dan “penjualan” teraga kerja mereka
(upah), deviden, dan dan menyewakan tanah hak milik mereka.
(b)
menerima penghasilan dari lembaga keuangan berupa bunga atas simpanan-simpanan
mereka;
(c)
membelanjakan penghasilan tersebut di pasar barang (sebagai konsumen);
(d)
menyisihkan sisa dan penghasilan tersebut untuk ditabung pada lembaga-lembaga
keuangan;
(e)
membayar pajak kepada pemerintah;
(f)
masuk dalam pasar uang sebagai “peminta” (demanders) karena kebutuhan mereka
akan uang tunal untuk misalnya transaksi sehari-hari.
**Kelompok Produsen melakukan
kegiatan-kegiatan pokok berupa:
(a)
memproduksikan dan menjual barang-barang/jasa-jasa (yaitu sebagai supplier di
pasar barang);
(b)
Menyewa/menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh kelompok rumah
tangga untuk proses produksi;
(c)
menentukan pembelian barang-barang modal dan stok barang-barang lain (selaku
investor masuk dalam pasar barang sebagai peminta atau demander);
(d)
meminta kredit dan lembaga keuangan untuk membiayai investasi mereka (sebagai
demander di pasar uang);
(e)
membayar pajak.
***Kelompok Lembaga Keuangan mencakup semua
bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya kecuali bank sentral (Bank
Indonesia), Kegiatan mereka berupa:
(a)
menerima simpanan/deposito dan rumah tangga;
(b)
menyediakan kredit dan uang giral (sebagai supplier dalam pasar uang).
(c)
Pemerintah (termasuk di dalamnya bank sentral) melakukan kegiatan berupa:
- menarik
pajak langsung dan tak langsung;
-
membelanjakan penerimaan negara untuk membeli barang-barang kebutuhan
pernerintah (sebagai demander di pasar barang),
- meminjam
uang dan luar negeri;
- menyewa
tenaga kerja (sebagai demander di pasar tenaga kerja);
-
menyediakan kebutuhan uang (kartal) bagi masyarakat (sebagai supplier di pasar
uang).
Negara-negara lain:
(a)
menyediakan kebutuhan barang impor (sebagai supplier di pasar barang);
(b)
membeli hasil-hasil ekspor kita (sebagai demander di pasar barang);
(c)
menyediakan kredit untuk pemerintah dan swasta dalam negeri;
(d)
membeli dan pasar barang untuk kebutuhan cabrng perusahaannya di Indonesia
(sebagai investor);
(e)
masuk ke dalam pasar uang dalam negeri sebagai penyalur uang (devisa) dan luar
negeri (sebagai supplier dana) dan sebagai peminta kredit dan uang kartal
rupiah untuk kebutuhan cabang-cabang perusahaan mereka di Indonesia (demander
akan dana). (Singkatnya, sebagai penghubung pasar uang dalam negeri dengan
pasar uang luar negeri).
IV Teori-teori Makro
DASAR FILSAFAT TEORI KEYNES
Menghadapi masalah
depresi dan pengangguran yang begitu hebat, kaum sosialis di negara-negara
Barat mengatakan bahwa kesalahannya terletak pada sistem perekonomian itu
sendiri, yaitu sistem laissez faire atau liberalisme atau kapitalisme. Selama
kita masih mempercayakan pengelolaan perekonomian kita pada para rodusen swasta
yang perdefinisi hanya bertujuan mengejar keuntungan mereka pribadi, maka
depresi, pengangguran, dan juga inflasi akan tetap menjadi penyakit
perekonomian yang menghantui Kita dan waktu ke waktu. Penyakit-penyakit ini
adalah konsekuensi logis dan sistem kapitalisme. Mereka (kaum sosialis)
mengusulkan perombakan sistem perekonornian menjadi sistem sosialis, yaitu
sistem di mana faktor-produksi tidak lagi bisa dirniliki oleh pengusaha swasta,
tetapi hanya bisa dimiliki oleh negara (masyarakat). Semua kegiatan produksi
dikuasai negara, yang dalam teori paling tidak, mengutamakan kepentingan
masyarakat di atas kepentingan pribadi/golongan. Motif mengejar keuntungan
bukan lagi sebagai motif utama untuk menggerakkan produksi (seperti dalam
sistem kapitalis).
“Obat” semacam ini
ternyata dianggap terlalu drastis, dan orang-orang di negara-negara Barat yang
sudah begitu lama terbiasa dengan kebebasan berusaha tidak banyak yang bisa
menerimanya. Mengubah sistem semacam itu berarti mengubah cara hidup dan ke
biasaan hidup yang sudah mendarah daging pada mereka. Tentunya ada “obat” yang
tidak terlalu pahit yang bisa menolong sistem perekonomian mereka. Keynes ada
pada posisi yang unik dalam se jarah pemikiran ekonomi Barat, karena pada
saat-saat krisis ideologi semacam itu ia bisa menawarkan suatu pemecahan yang
merupakan “jalan tengah”.
Keynes mengatakan
bahwa untuk menolong sistem perekonomian negara-negara tersebut, orang harus
bersedia meninggalkan ideologi laissez faire yang murni yang terkandung dalam
pemikiran Klasik. Tidak bisa tidak, demikian Keynes, Pemerintah harus melakukan
lebih banyak campur tangan yang aktif dalam mengendalikan perekonomian
nasional. Pendapat bahwa peranan Pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus
seminimal mungkin sehingga tidak merongrong hak asasi manusia, kebebasan
berusaha dan mengabdikan pada bekerjanya “natural laws”, haruslah ditinggalkan
atau pling tidak diubah. Keynes berpendapat bahwa kegiatan produk dan pemilikan
faktor-faktor produksi, masih tetap bisa dipercayakan kepada pengusaha swasta,
tetapi sekarang pemerintah wajib melakukan kebijaksanaan yang aktif untuk
mempengaruhi gerak perekonomian.
Dalam masa depresi
misalnya, Pemerintah harus bersedia (atau diperbolehkan) untuk melaksanakan
program-program dan kegiatan-kegiatan yang langsung bisa menyerap tenaga kerja
yang tidak dapat memperoleh pekerjaan di sektor swasta, meskipun hal itu hanya
bisa dilaksanakan dengan mengakibatkan defisit di anggaran belanja negara.
(Perlu ditekankan di sini bahwa pada waktu itu sistem anggaran beda yang
seimbang adalah satu-satunya sistem yang dianggap terbaik bidang pengelolaan
keuangan negara). Sebaliknya, bila terjadi inflasi yang disebabkan karena
permintaan masyarakat akan barang barang/jasa melebihi apa yang bisa
diproduksikan dengain kapasita yang ada, Pemerintahpun harus bersedia
mengurangi pengeluarannya sehingga terjadi surplus dalam anggaran belanjanya.
Surplus anggaran ini bisa merupakan rem bagi permintaan masyarakat yang
berlebihan tadi. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa Pemerintah harus
bersedia melakukan kebijaksanaan secara aktif dan sadar. Keynes tidak percaya
akan kekuatan hakiki dari sistem laissez faire untuk mengkoreksi diri sendiri,
yaitu untuk kembali kepada posisi “full employment” secara otomatis. Full
enployment merupakan sesuatu yang hanya bisa dicapai dengan tindakan-tindakan
terencana, dan bukan sesuatu yang akan datang dengan sendirinya. Inilah inti
dan ideologi Keynesian isme.
PASAR BARANG
Kemungkinan Kelebihan
Produksi. Keynes menolak Hukum Say. Menurut Keynes kelebihan produksi secara
umum bisa terjadi. elebihan permintaan ini terjadi bila permintaan masyarakat
akan barang-barang/jasa tidak cukup kuat. Demand yang ada tidak cukup untuk
menyerap supply yang ditawarkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Pada asasnya
Keynes masih menerima pendapat Say bahwa setiap proses produksi mempunyai
akibat ganda, yaitu menghasilkan output dan menghasilkan pen ghasilan kepada
masyarakat sebesar nilai output tersebut.
Dengan demikian pada
suatu waktu tertentu daya beli memang tersedia dalam jumlah yang cukup di
masyarakat untuk “membeli” barang/jasa yang diproduksikan. Tetapi daya beli
yang dimiliki oleh masyarakat tersebut tidak selalu harus sama dengan daya beli
yang betul-betul dibelanjakan oleh masvarakat di pasar barang. Dengan kata
lain, sebagian dan daya beli tersebut mungkin betul-betul diterjemahkan menjadi
permintaan efektif di pasar barang. Tetapi sebagian lain dan daya beli tersebut
mungkin akan ditabung oleh masyarakat. Menabung tidak menambah permintaan
efektif di pasar barang. Jadi tidak seluruh penghasilan (daya beli) yang
diperoleh masyarakat secara langsung diter jemahkan menjadi permintaan efektif.
Di sinilah Keynes berbeda dengan Say. Say mengatakan bahwa seluruh penghasilan
tersebut akhirnya akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif, dus tidak akan
ada kekurangan permintaan efektif, dan tidak mungkin ada kelebihan produksi
secara menyeluruh.
Untuk menerangkan
pendapat Keynes secara lebih jelas kita anggap hanya ada dua sektor: sektor
rumah-tangga dan sektor pro dusen. Keynes mengatakan bahwa sebagian dari
penghasilan yang tidak dibelanjakan oleh sektor rumah-tangga (yaitu yang
ditabung pada lembaga-lembaga keuangan) tidak menimbulkan permintaan efektif.
Hanya apabila daya beli yang ditabung tersebut dipinjamkan oleh lembaga
keuangan kepada sektor produsen untuk membiayai “investasi” mereka, maka daya
beli tersebut berubah menjadi permintaan efektif di pasar barang. (Kita ingat
bahwa “investasi” di artikan sebagai pembelian barang-barang oleh para produsen
untuk keperluan penambahan stok di gudang mereka dan untuk keperluan perluasan
kapasitas produksi mereka, yaitu pembelian mesin-mesin, pembangunan
gedung-gedung dan sebagainya). Jadi jelas bahwa pada suatu waktu tidak ada
jaminan bahwa seluruh daya beli yang ditabung tersebut akan diterjemahkan
menjadi permintaan efektif d pasar barang. Semuanya mi tergantung kepada apakah
para pr dusen mau mempergunakan daya beli yang ditabung pada Iembag lembaga
keuangan tersebut untuk pembelian barang-barang (inve tasi). Kalau misalnya
para produsen hanya mau mempergunakai separoh dan tabungan tersebut, maka ini
berarti bahwa permintaa,’ efekt di pasar barang berjumlah kurang dan nilai dan seluruh
out put yang ditawarkan di pasar tersebut, Dengan lain kata, tida semua barang
yang diproduksjkan akan terbeli (jadi ada ke1ebiha produksi umum).
Apa yang terjadi
kemudian bila tidak semua barang yang diproduksikan dalam suatu periode
(misalnya, triwulan) bisa terbeli? ada dua akibat yang bisa terjadi.
-
Pertama, para produsen akan nengu rangi produksi mereka untuk periode
berikutnya. Jadi, GDP dalani triwulan berikutnya turun.
-
Kedua, dan ini bisa terjadi bersamaan dengan akibat pertama tersebut,
harga-harga barang turun. Sesuat dengan hukum penawaran dan permintaan biasa,
bila permintaan lebih kecil dan penawaran, maka harga cenderung untuk turun.
Sampai berapa jauh kekurangan
perrnintaan efektif akan meng akibatkan turunnya GDP (dalam periode berikutnya)
dan sampai berapa jauh akan menurunkan harga, sangat tergantung khususnya pada
apakah harga-harga barang cukup fleksibel ke bawah (yaitu bisa turun). Dalam
kenyataan memang ada barang yang harganya sulit untuk turun, meskipun ada
kelebihan produksi. ( yang harga jualnya ditentukan atas dasar biaya pro duksi
biasanya tidak mau turun, meskipun terjadi kelebihan pro duksi barang-barang
tersebut). Kalau demikian halnya, maka kekurangan permintaan efektif tersebut
akan lebih banyak mengakibatkan penurunan produksi (GDP) dalam periode beri
kutnya.
Apabila seandainya
harga-harga cukup fleksibel ke bawah. maka harga-harga akan turun cukup jauh,
sehingga permintaan akan barang-barang tersebut mulai naik kembali. (Ingat
hukum permintaan biasa, yang mengatakan bahwa kalau harga sesuatu barang turun
maka jumlah yang dirninta naik). Jadi kalau harga cukup flek sibel maka
penurunan produksj (GDP) pada periode berikutny tidak akan sebesar kalau
harga-harga tidak mau turun. Jadi, lebih s dikit orang-orang yang dipecat dan
pekerjaan mereka (yaitu, Ieh sedikit akibat penganggurannya) Perlu ditekankan
lagi di sini bahw rnekanisme atau proses penyesuaian dengan harga yang
fleksibel inilah yang terlalu diandalkan oleh kaum Kiasik, sehingga mereka
percaya bahwa kalau saja harga-harga fleksibel maka depresi, atau penurunan GDP
(dan selanjutnya pengangguran) akan terkoreksi secara otomatis.
Kemungkinan Kekurangan
Produksi. Keadaan sebaliknya, yaitu kekurangan produksi secara umum juga
mungkin terjadi. Kalau para produsen ternyata memutuskan untuk melakukan
investasi dalam jumlah yang lebih besar daripada daya beli yang ditabung oleh
ma syarakat, maka permintaan efektif (oleh sektor rumah tangga dan sektor
produsen) di pasar barang menjadi lena/u besar dibanding dengan nilai output
yang tersedia di pasar. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa besar kecilnya
permintaan efektif (total) sangat tergan tung pada keputusan para konsumen
(rumah tan gga) men genai besar pen geluaran konsumsinya dan keputusan para
produsen men genai besarnya in vest asi yang mereka in gin Iaksanakan dalam
periode tersebut
Mengenai keputusan
pengeluaran konsumsi rumah-tangga, Keynes berpendapat bahwa keputusan tersebut
cukup stabil dan biasanya hanya berubah apabila tingkat pendapatan rumah-tangga
berubah. Menurut ia (dan ini memang didukung oleh kenyataan), yang sulit
diterka adalah perilaku produsen dalam pengeluaran investasinya. Oleh sebab
itu, dalam praktek, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat menentukan
gejolak GDP (dan kesempatan kerja).
Seandainya pengeluaran
investasi yang diinginkan para produsen (investor) ternyata lebih besar
daripada dana yang ditabung oleh sektor rumah-tangga, maka mi berarti bahwa permintaan
efektif lebih besar daripada nilai output yang tersedia. Dalam kasus kele bihan
permintaan efektif ini, berapa besar kelebihan permintaan efektif dalam periode
sekarang akan mengakibatkan kenaikan GDP dan berapa besar akan mengakibatkan
kenaikan harga, tergantung pada tersedianya kapasitas produksi yang belum
terpakai dalam masyarakat. Bila masih cukup banyak kapasitas produksi (pabrik
pabrik) yang belum bekerja secara penuh, maka kelebihan permintaan efektif
tersebut akan mengakibatkan kenaikan produksi (GDP) pada periode berikutnya
tanpa menaikkan harga-harga (atau harga harga mungkin naik sedikit sekali).
Tetapi apabila ternyata bahwa pabrik-pabrik sudah bekerja secara penuh, maka
kelebihan permin taan efektif tersebut tidak bisa diimbangi dengan kenaikan
produksi (GDP), sehingga kelebihan permintaan tersebut akan diterjemahkan
seluruhnya menjadi kenaikan harga-harga atau inflasi.Berikut ini kita akan
melihat secara garis besar kerangka analisis dan teori makro dan Keynes.
Pasar Uang
Teori makro Klasik
mempunyai dasar filsafat bahwa perekonomian yang didasarkan pada sistem
bebas-berusaha (laissez faire) adalah self-regulating, artinya mempunyai
kemampuan untuk kembali ke posisi keseimbangannya secara otomatis. OIeh sebab
itu pemerintah tidak perlu campurtangan.
Di pasar barang sifat
self-regulating ini dicerminkan oleh adanya proses yang otomatis membawa
kembali ke posisi GDP yang menjamin full-employment, apabila karena sesuatu hal
perekonomian tidak pada posisi ini. Landasan dan keyakinan ini adalah
(a)
berlakunya Hukum Say yang menyatakan bahwa: “Supply creates its own demand,”
dan
(b)
anggapan bahwa semua harga fleksibel.
1. Di pasar tenaga kerja, dalam jangka pendek
hanya ada pengangguran sukarela. Tetapi pengangguran inipun hanya bersifat
sementara, karena apabila harga-harga turun (termasuk tingkat upah), maka
konsumsi dan produksi akan kembali lagi ke tingkat semula (yaitu tingkat full
employment).
2. Di pasar uang, kaum Klasik mempunyai Teori
Kuantitas, yang menyatakan bahwa permintaan akan uang adalah proporsional
dengan nilai transaksi yang dilakukan masyarakat. Di pasar mi ditentukan
tingkat harga umum; apabila jumlah uang yang beredar (penawaran akan uang) naik
maka tingkat harga pun naik.
Dalam sistem standar
kertas, tidak ada proses otomatis yang menstabilkan tingkat harga. Di sini kaum
Kiasik melihat satu-satunya peranan makro pemerintah, yaitu mengendalikan
jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan transaksi masyarakat.
Di dalam sistem
standar emas, ada mekanisme otomatis yang menjamin kestabilan harga. Di sini
peranan pemeriniah tidak dianggap perlu. Karena jumlah uang (emas) yang beredar
otomatis menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Di pasar luar negeri,
mekanisme otomatis menjamin keseimbangan neraca perdagangan melalui:
(a) mekanisme Hume,
dalam sistem standar emas, atau
(b) mekanisme kurs
devisa mengambang, dalam sistem standar kertas.
Sementara itu Campur
tangan pernerintah tidak diperlukan. Penjelasan tentang pasar uang dapt
dijelaskan sebagai berikut :
1. Pasar uang adalah pertemuan antara permintaan
akan uang dengan penawaran akan uang. Permintaan akan uang adalali kebutuhan
masyarakat akan uang tunai untuk menunjang k giatan ekonominya. Sedangkan
penawaran akan uang adalah jumlah uang yang disediakan oleh pemerintah dan
bank-banl yaitu seiuruh uang kartal dan uang giral yang beredar.
2. Menurut Keynes, permintaan akan uang bersumber
pada 3 macam kebutuhan akan uang: (a) kebutuhan transaksi, (b) kebutuhan
berjaga-jaga dan (c) kebutuhan spekulasi. Ketiga macan kebutuhan ini disebut 3
alasan mengapa orang memerlukan uang.
3. Permintaan akan uang untuk transaksi
ditentukan oleh(a) vol me output yang ditransaksikan (yaitu GDP nil) dan (b)
tingkai harga umum. Dalam hal mi Keynes tidak berbeda dengan kaum Klasik, Pasar
uang untuk berjaga-jaga relatif kecil.
4. Permintaan untuk spekulasi (yang membedakan
teori Key dengan teori Kuantitas) adalah permintaan akan uang tunai un tuk
tujuan memperoleh keuntungan. Caranya adalah dengan “berspekulasi” dalam pasar
obligasi (surat berharga). Apabila harga obligasi diharapkan untuk naik di masa
mendatang, mak orang akan membeli obligasi dengan uang tunainya han in un
berarti uang tunai yang saat mi ia ingin pegang (untuk tujual spekulasi)
berkurang. Sebaliknya, apabila harga obligasi diha rapkan turun, maka
permintaannya akan uang tunai saat ini bertambah lebih senang menjual obligasi
yang ia pegang memperoleh atau memegang uang tunai sekarang.
5. Hubungan antara harga obligasi dan tingkat
bunga yang berla ku adalah berkebalikan. Harga obligasi naik sama saja artiny
dengan tingkat bunga turun. Sebaliknya, harga obligasi turun berarti tingkat
bunga naik.
6. Bila harga obligasi diharapkan naik, ini
berarti bahwa harga obligasi saat ini dianggap terlalu rendah. Bila harga
obliga harapkan turun, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dengan harga
tertinggi.
Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter
adalah tindakan pemerintah (atau bank sentral) untuk mempengaruhi situasi makro
yang dilaksanakan melalui pasar uang. Ini adalah definisi umum dari kebijakan
moneter yang bisa diartikan sebagai tindakan makro pemerintah dengan cara
mempengaruhi proses penciptaan uang.Dengan mempengaruhi proses penciptaan uang,
pemerintah bisa mempengaruhi :
1. jumlah uang beredar.
2. tingkat bunga yang berlaku dipasar uang.
Melalui tingkat bunga pemerintah bisa mempengaruhi :
1. pengeluaran investasi
2. tingkat harga (P) dan GDP
Di sini kita menyoroti
mata rantai yang pertama, yaitu antara kebijaksanaan moneter dengan M Khususnya
kita menanyakan tindakan-tindakan apakah yang bisa dilakukan Pemerintah (bank
sentral) untuk mempengaruhi M (uang beredar)
Untuk menjawab
pertanyaan ini kita perlu merangkum kesimpulan-kesimpulan pokok mengenai proses
penciptaan uang di atas. Pertama, kita simpulkan bahwa jumlah uang beredar (Ms)
ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
(a) besarnya jumlah
uang inti (H) yang tersedia, dan
(b) besarnya koefisien
pelipat uang,
Kedua, kita simpulkan
bahwa besarnya uang inti dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
(a) keadaan neraca
pembayaran (surplus atau defisit)
(b) keadaan APBN
(surplus atau defisit)
(c) perubahan kredit
langsung Bank Indonesia
(d) perubahan kredit
likuiditas Bank Indonesia.
Secara umum kita
mengatakan bahwa pemerintah bisa mempengaruhi Ms apabila pemerintah bisa
mempengaruhi nilai pelipat uang dan/atau jumlah uang inti.
Apa yang bisa
dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi Ms adalah apa yang bisa dilakukan
pemerintah untuk mempengaruhi variabel-variabel di sebelah kanan persamaan (8)
ini. Man kita lihat satu per satu. Kita sebutkan di atas bahwa u (= K/Ms) tidak
ditentukan oleh pemerintah, tetapi diputuskan oleh masyarakat. Tetapi
sebenarnya pemerintah masih bisa mempengaruhi uang secara tidak langsung.
Misalnya apabila bank-bank pemerintah rneningkatkan bunga yang dibayar kan
untuk deposito atau giro, maka kemugkinan uang menurun (artinya, orang lebih
suka memegang uang giral daripada uang kartal). Dengan demikian money
multiplier naik dan M naik. Dalam hal ini kita mengatakan bahwa tingkat bunga
untuk deposito dan giro adalah instrumen kebijaksanaan moneter yang bisa digunakan
pemerintah untuk mempengaruhi M lewat u.
Bagaimana dengan v (=
R/D)? Kita singgung di atas bahwa selain itu pemerintah bisa mempengaruhi v
melalui penentuan cash-ratio atau reserve requirement. Apabila pemerintah ingin
mengekang M pemerintah bisa meningkatkan cash-ratio. sehingga v meningkat, yang
selanjutnya akan memperkecil nilai koefisien pelipat uang. Sebaliknya,
cash-ratio bisa diturunkan apabila pemerintah menginginkan untuk memperbesar M
Oleh sebab itu cash-ratio kita katakan pula sebagai suatu instrumen
kebijaksanaan moneter.
Sebenarnya pemerintah
masih bisa mempengaruhi v (jumlah Uang Giral) dengan cara lain, yaitu
dengan mempengaruhi excess reserve yang dipegang bank. Bagaimana caranya? Satu
cara utama adalah dengan mengubah tingkat bunga yang dikenakan oleh bank
sentral atas pinjaman yang diberikannya kepada bank-bank. (Ingat bank sentral
adalah “banknya bank” atau bankers’ bank, artinya ia bisa memberikan pinjaman
kepada bank-bank apabila mereka membutuhkan tam bahan likuiditas). Untuk pinjaman
semacam ini bank-bank harus membayar bunga. Tingkat bunga ini dikenal dengan
nama discount rate.
Apabila discount rate
dinaikkan maka bank-bank cenderung untuk menambah excess reservenya, sebab
mereka tidak ingin terlalu mengandalkan dana bank sentral untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas yang tak terduga karena cara itu menjadi terlalu mahal.
Akibatnya v (jumlah Uang Giral) meningkat dan pelipat uang menurun.
Sebaliknya, apabila discount rate ( pengurangan rata-rata) rendah, maka bank
merasa cukup aman memegang excess reserve yang kecil, karena sewaktu-waktu
mereka memerlukan dana untuk mengatasi masalah likuiditasnya mereka bisa
memperoleh dana bank sentral dengan biaya murah. Akibatnya v (jumlah Uang
Giral) turun, sehingga pelipat uang meningkat. Jadi discount rate adalah
juga instrumen ke bijaksanaan moneter bagi pemerintah (bank sentral).
Pemerintah bisa pula
mempengaruhi Ms dengan cara mempengaruhi H (uang inti). Dengan cara: pemerintah
bisa mempengaruhi neraca pembayaran Dengan menggalakkan ekspor (misalnya,
dengan memberi ran sangan ekspor berupa penurunan pajak ekspor atau pemberian
sertifikat Ekspor) dan mengurang impor. (misalnya dengan menaikkan bea masuk),
pemerintah bisa menciptakan surplus neraca pembayaran. ini akan menambah uang
inti yang tersedia di masyarakat, Sehingga Ms meningkat. Jadi pajak ekspor,
Sertifikat Ekspor, bea masuk, adalah instrumen kebijaksanaan moneter.
Pemerintah bisa dengan
lebih langsung mempengaruhi APBN . Apabila dikehendaki Ms meningkat, APBN bisa
dibuat defisit. baliknya, apabila M dikehendaki turun, maka APBN harus dibuat
surplus. Jadi, APBN adalah juga instrumen kebijaksanaan moneter. Demikian pula
pemerintah bisa mempengaruhi M (uang bereedar) dengan mengendalikan kredit
langsung dan kredit likuiditas bank sentralnya, misalnya dengan menetapkan
batas maksimum yang bisa diberi n (credit ceiling) atau dengan menaikkan (atau
menurunkan) tingkat bunga kredit bank.
Sebenarnya ada
berbagai variasi instrumen lain yang bisa digunakan pemerintah untuk
mempengaruhi Ms lewat baik money multiplier maupun jumlah uang inti. Apa yang
kita sebutkan di atas ada beberapa instrumen-instrumen pokoknya. Kita tidak
bicarakan instrumen-instrumen lain tersebut di sini, karena lebih cocok untuk
bahas dalam Ekonomi Moneter.
KEBIJAKSANAAN FISKAL
Kebijaksanaan
fiskal adalah kebijaksanaan yang kedua dibidang pengendalian makro adalah.
Kebijaksanaan moneter dan kebijaksanaan fiskal adalah dua kebijaksanaan yang
merupakan alat utama bagi perencana ekonomi nasional untuk mengendalikan
keseimbangan makro perekonomiannya. Keduanya sangat erat berkaitan satu
sama lain, sehingga dalam praktek yang sering dijumpai adalah kebijaksanaan
fiskal yang juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi moneter atau kebijaksanaan
moneter dengan konsekuensi-konsekuensi fiskal. Kebijaksanaan-kebijaksanaan
semacam ini mungkin lebih cocok disebut ‘kebijaksanaan fiskal-moneter”.
Pembahasan ini diawali
mengenai hubungan antara APBN dan kebijaksanaan fiskal. Hal ini sejalan
dengan pengertian umum bahwa kebijaksanaan fiskal adalah kebijaksanaan yang
dilaksanakan lewat APBN. Dalam bagian selanjutnya kita akan meneliti apakah
pengaruh dan suatu “kebijaksanaan fiskal”, yang dicerminkan oleh suatu struktur
APBN tertentu, ter hadap perekonomian. Akhirnya kita akan mengambil sebuah contoh
untuk menunjukkan bagaimana kita bisa memperkirakan pengaruh dan suatu
kebijaksanaan fiskal dengan menggunakan aijabar sederhana.
APBN DAN KEBIJAKSANAAN FISKAL
Pengaruh kebijaksanaan
fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan,
yaitu:
(a) Bagaimana suatu
kebijaksanaan uiskal diterjemahkan men jadi suatu APBN dan
(b) Bagaimana APBN
tersebut mempengaruhi perekonomian.
Dalam bagian mi kita
akan mengaji tahap (a). Khususnya kita akan membahas makna dan suatu
kebijaksanaan fiskal dilihat dari struktur pos-pos APBN.
APBN mempunyai dua
sisi, yaitu sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat penerimaan.
Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan uang untuk
pelaknaannya. Dalam praktek macam pos-pos yang tercantum di sisi ini sangat
beraneka ragam dan mencerminkan apa yang ingin dilaknakan pemerintah dalam
programnya. Untuk tujuan pembahasan
Dibagian lain terdiri
dan pos utama, yaitu:
1. Pengeluaran pernerintah untuk pembelian
barang/jasa,
2. pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawainya,
3. pengeluaran pemerintah untuk transfer payments
yang ini liputi misalnya, pembayaran subsidi/bantuan Iangsung kepada berbagai
golongan masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman
pemerintah kepada masyarakat.
Semua pos pada sisi
pengeluaran tersebut memerlukan dana untuk melaksanakannya. Sisi penerimaan
menunjukkan darimana dana yang diperlukan tersebut diperoleh. Ada empat sumber
utama untuk memperoleh dana tersebut, yaitu:
(a) pajak (berbagai
macam),
(b) pinjaman dan bank
sentral,
(c) pinjaman dan
masyarakat dalam negeri,
(d) pinjaman dan luar
negeri.
Dahulu pajak adalah
satu-satunya sumber untuk pembiayaan kegiatan pemerintahan. Tidak ada pajak
tidak ada kegiatan pemerintahan. Sekarang, pajak masih merupakan sumber
keuangan negara yang paling penting bagi semua negara di dunia. Namun bagi
pemerintah di negara-negara modern ada bebeapa cara lain untuk memperoleh dana
tambahan. Yang pertama, pemerintah bisa “meminjam” dana dan bank sentralnya,
seperti halnva seseorang mengambil kredit dart bank. Tetapi ada satu perbedaan
penting antara kredit bank sentral kepada pemerintah dengan kredit bank kepada
seseorang atau perusahaan. Perbedaan ini adalah bahwa bank sentral hanya bisa
memberikan kredit dengan jalan menciptakan uang inti (reserve money). Bank
sentral tidak bisa menciptakan uang giral seperti bank-bank umum biasa, sebab
“uang giral” bank sentral.
Dan penambahan uang
inti (L berarti (lewat money multiplier) penambahan jumlah uang beredar (L OIeh
sebab itu dalam ungkapan yang lebih populer, pemberian kredit bank sentral
kepada pemerintah adalah identik dengan pencetakan uang baru. (Yang lebih tepat
sebenarnya adalah penciptaan uang inti baru).
Cara lain untuk
memperoleh dana adalah meminjam dan masyarakat dalam negeni. Caranya adalah
dengan mengeluarkan obligasi dan menjualnya di pasar uang dalam negeri*). Bila
masyarakat (termasuk bank-bank) membeli surat berharga ini maka pemerintah
memperoleh dana yang semula ada di tangan masyarakat (dan sebagai gantinya,
masyarakat memegang obligasi pemerintah). Cara ini disebut open market
operations (operasi pasar terbuka). Biasanya bank sentral bertindak sebagai
“agen” pemerintah dalam melakukan open market operations. Cara ini hanya bisa
dilakukan di negara-negara yang sudah memiliki pasar surat berharga (bursa efek
dan saham) yang sudah maju. Bagi negara-negara sedang berkem bang pasar semacam
itu belum berkembang, sehingga kebijaksanaan open market operations hanya
mempunyai kegunaan yang terbatas. Bagi negara-negara maju, open market
operations adalah suatu cara pembelanjaan keuangan negara yang sangat penting.
Cara yang terakhir
untuk memperoleh dana adalah dengan meminjam dan luar negeri. Yang dilakukan di
sini adalah “mengambangkan” obligasi pemerintah di pasar uang luar negeri
(misalnya, pemerintah Indonesia telah menjual obligasinya di pasar uang Hamburg
dan Tokyo). Dalam hal mi pemerintah Indonesia menerima dana (dalam bentuk
matauang asing atau “devisa”) dan si pembeli di luar negeri menerirna surat
tanda berhutang (“obligasi”) pemenintah Indonesia (beserta janji kapan membayar
kembali dan dengan bunga beberapa). Cara mi lebih cocok apabila pemerintah
membutuhkan dana dalam bentuk devisa (misalnya, untuk membiayai kebutuhan
impornya).
Cara di atas adalah
untuk memperoleh “kredit komersial” dan luar negeri, yaitu pinjaman dengan
bunga seperti yang berlaku di pasar pada saat itu. Bagi beberapa negara, kredit
komersial mungkin mungkin dirasa cukup berat, dilihat dan persyaratan
pembayaran bunga maupun jangka waktu pengembaliannya. Khusus bagi negara sedang
berkembang tersedia kemungkinan untuk memperoleh “kredit lunak”, yaitu pinjaman
dengan bunga di bawah bunga yang berlaku di pasar uang dan dengan jangka waktu
yang lebih longgar.*)
Pemberi kredit ini
adalah pemerintah negara-negara maju yang memang mempunyai program
untukmembantu pembangunan negara negara berkembang, yaitu negara-negara
“donor”, dan lembaga lembaga keuangan internasional yang bertujuan membantu
negara negara berkembang (seperti Bank Dunia, Asian Development Bank, Dana
Moneter Internasional (IMF), dan sebagainya).
Sebagai contoh, APBN
suatu negara bisa berbentuk seperti berikut: APBN, Negara X, 1981/1982 (dalam
Rp milyar), Dari segi pembukuannya, APBN selalu seimbang: pengeluaran total
adalah 2.300 dan penerimaan total juga 2.300. Perubahan kebijaksanaan fiskal
ditunjukkan oleh adanya perubahan jumlah untuk masing-masing pos. Meskipun
jumlah total (pengeluaran dan penerimaan) sama, kita bisa mempunyai
kebijaksanaan fiskal yang berbeda apabila struktur angka-angka untuk pos-pos
APBN berbeda. Dan memang, kita tidak bisa melihat pengaruh dan suatu APBN hanya
dengan melihat nilai totalnya saja. (sebab nilai ini menurut prinsip
akuntansinya harus selalu seimbang). Kita bisa mengatakan bahwa APBN defisit,
surplus atau seimbang dalam arti ekonomis hanya apabila kita meneliti struktur
angka-angkanya.
Ada beberapa
pengertian yang berbeda mengenai apa yang di maksud suatu APBN defisit, surplus
atau seimbang. Masing-masing pengertian mempunyai arti ekonomis (dan implikasi
makro) yang berbeda satu sama lain. Kita harus memilih pengertian yang sesuai
dengan tujuan analisa kita atau dengan problema yang kita soroti. Contoh di
atas (dengan kriteria manapun) menunjukkan situasi APBN defisit. Pengertian
yang “paling ketat” mengatakan bahwa defisit APBN terjadi apabila seluruh
pengeluaran pemerintah tidak bisa dibiayai oleh sumber keuangan negara yang
paling utama, yaitu pajak. Dalam contoh di atas, pengeluaran total adalah 2.300
sedang penerimaan pajak hanya 1.200, jadi terjadi defisit (dalam pengertian
ini) sebesar 1.100.
Pengertian defisit
yang kedua dan yang “kurang ketat” mengatakan bahwa APBN defisit apabila
penerimaan pajak plus pinjaman pemerintah dan masyarakat dalam negeri tidak
mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dalam contoh di atas,
pajak plus pinjaman mi berjumlah 1.400, sehingga terjadi defisit (dalam
pengertian ini) sebesar 900.
Mengapa pinjaman dan
masyarakat dalam negeni dianggap sebagai sumber dana yang “wajar”? Pertama,
karena ini adalah pinjaman pemerintah terhadap warganya sendiri, sehingga ada
perasaan bahwa pinjaman ini “wajar”. Alasan kedua, yang secara ekonomis lebih
penting, adalah bahwa pinjaman semacam ini tidak menambah jumlah uang beredar
di dalam negeri, karena dana yang diperoleh pemerintah adalah dana yang
sebelumnya ada di ta ngan masyarakat (yaitu, hanya terjadi pengalihan hak
penggunaan dana yang tersedia). Ciri ini mempunyai implikasi penting bagi
pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian (seperti yang akan kita
bahas nanti).
Pengertian yang paling
“lunak” mengenai defisit APBN menga takan bahwa defisit APBN hanya terjadi
apabila pajak + pinjaman dan masyarakat dalam negeri + pinjaman dan luar negeri
tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dengan lain
perkataan, defisit APBN terjadi apabila pemerintah harus meminjam dan bank
sentral atau, secara populer, harus men cetak uang baru untuk membiayai
pengeluarannya. Dalam contoh di atas, defisit menurut pengertian ini adalah
300.
Berbagai pengertian
mengenai APBN surplus dan seimbang juga bisa digolongkan sejalan dengan
pengertian mengenai defisit di atas. Kesimpulan umum mengenai uraian kita
sampai saat mi adah bahwa kita harus berhati-hati dan mempunyai konsepsi jelas
mengu nai pengertian mana yang kita maksud apabila kita mengatakan te jadi
defisit atau surplus APBN. Selain itu jelas pula dan uraian di atas bahwa cara
membiayai pengeluaran pemerintah menentukan sekali akibat APBN terhadap
perekonomian. Bermacam-macam pengeluaran sangat menentukan pula pengaruh APBN
terhadap perekonomian Hanya melihat angka “total”nya saja, kita tidak bisa
menilai konsekuensi APBN bagi perekonomian.
I N F L A S I
Inflasi merupakan
salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi.
Pada asasnya inflasi merupakan gelaja ekonomi yang berupa naiknya tingkat
harga.
Definisi inflasi :
Inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi
kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang
lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator Inflasi :
·
Indeks Harga Konsumen
(IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan
harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari
paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei
bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis
barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas.
·
Indeks Harga
Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari
komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.
Didasarkan kepada
sumber penyebabnya, menurut Soediyono R. : inflasi dapat digolong-golongkan
sebagai berikut:
(a) Inflasi
permintaan. Istilah untuk inflasi semacam ini antara lain ialah demand-pull
inflation. inflasi tarikan permintaan dan demand inflation.
(b) inflasi penawaran.
lstilah lain yang hanyak dipakai untuk inflasi sernacam mi ialah cost-push
inflation dan supply inflation.
(c) Inflasi campuran,
yaitu inflasi yang mempunyai baik unsur demand pull maupun cost push. Inflasi
semacam ini sering disebut mixed inflation.
Inflasi Permintaan
Sebagai langkah
pertama macam inflasi yang merupakan pusat perhatian kita ialah inflasi
permintaan, yang ini terkenal dengan sebutan demand full inflation. Seperti
tersirat dalam namanya, inflasi permintaan timbul sebagai akibat dan
meningkatnya permintaan agregatif. Ada beberapa Icon atau model analisis
ekonomi yang dapat dimasukkan ke dalam kategori inflasi permintaan. Beberapa di
antaranya yang uraian singkatnya disajikan di bawah mi ialah:
(a) pendekatan teori
kuantitas uang,
(b) pendekatan celah
inflasi,
(c) pendekatan IS-LM,
dan
(d) pendekatan
permintaan -penawaran agregatif
1. Inflasi Permintaan dengan Pendekatan Teori
Kuantitas Uang
Teori kuantitas uang berpendapat bahwa naik-turunnya
tingkat harga disebabkan oleh naik-turunnya jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Sebagai akibat dan meningkatnya jumlah saldo kas yang dimiliki
oleh rumah-rumah tangga dikarenakan oleh meningkatnya jumlah uang yang beredar,
angka banding antara jumlah saldo kas dengan besarnya pendapatan dirasakan
menjadi terlalu tinggi. Untuk mengurangi kelebihan saldo kas tersebut, menurut
teori kuantitas uang, rumah tangga akan langsung menggunakannya untuk
memperbesar pengeluaran konsumsi mereka. ini dengan sendirinya mengakibatkan
meningkatnya permintaan agregatif. Dengan mendasarkan kepada asumsi kesempatan kerja penuh atau
full employment, maka meningkatnya permintaan agregatif akan mengakibatkan
naiknya tingkat harga. Dengan kata lain, terjadilah inflasi.
Sebagai akibat dan
adanya inflasi nilai nyata saldo kas akan menurun. Proses inflasi terus terjadi
sampai tercapai keadaan di mana angka banding antara jumlah saldo kas nyata
dengan pendapatan nyata kembali ke ketinggian semula. Inflasi akan terhenti di
sini, kecuali kalau terjadi lagi penambahan jumlah uang yang beredar.
2. Inflasi Permintaan dengan Pendekatan
Analisa Celah inflasi
Masalah celah inflasi atau inflationary gap bahwa inflation gap
terjadi apabila besarnya investasi yang terjadi melebihi penabungan atau saving
pada tingkat pendapatan fuII-employmen, pernyataan tersebut tepat kalau
diterapkan untuk perekonomian tertutup. dalam keadaan di mana besarnya
permintaan agregati,f yaitu hasil penjumlahan (C + 1 + G + X — M), melebihi
kapasitas produksi nasional, yang biasa disebut juga full-employment income.
3. Inflasi
Permintaan dengan Pendekatan IS-LM
Menerangkan inflasi
dengan menggunakan pendekatan IS-LM tersebut ialah bahwa masing-masing
dimaksudkan untuk menerangkan dua hal, yaitu:
(a) penentuan tingkat
pendapatan nasional ekuilibrium,
(b) penentuan tingkat
harga dengan tingkat pendapatan nasional ekuilibrium seperti yang uraian atau
perhitungannya disajikan oleh butir .
Oleh karena semua
variahel yang diperhatikan dalam analisis silang Keynes tersebut. mengenai
pengukurannya semuanya sama, yaitu masing-masing diukur dalam rupiah per satuan
waktu. Analisis IS-LM di lain pihak sebagian dan vaniabelnya; yaitu variabel
investasi dan variabel permintaan uang untuk spekulasi, ditentukan oleh tingkat
bunga, yang pengukurannya tidak dalam rupiah per satuan waktu, melainkan dalam
persentase persatuan waktu.
Menurut Boediono : Kedua macam inflasi yaitu inflasi permintaan
dan inflasi penawaran itu jarang sekali dijumpai dalam praktek dengan bentuk
yang murni. Pada umumnya, inflasi Yang tenjadi di berbagai negara di dunja
adalah kombinasi dan kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya
saling memperkuat satu sama lain. Atau disebut inflasi campuran yang mempunyai
baik unsur demand—pull maupun cost—push. Inflasi semacam ini sering disebut
mixed inflation.
Penggolongan Yang
ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi Di sini kita bedakan:
(1) inflasi Yang
berasal dan dalam negeri (domestic Inflation)
(2) Inflasi Yang
berasal dan luar negeri (imported inflalion)
Inflasi yang berasal
dan dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai
dengan pencetakan uang baru, panenan Yang gagal dan sebagainya Infiasi yang
berasal dan luar negeri adalah inflasi Yang timbul karena kenaikan harga-harga
(yaitu, inflasi) di luar negeri atau di Negara negara tetangga berdagang
dengan negara kita. Akibat kenaikan harga barang barang yang kita Inpor :
(1)
secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dan barangbarag
yang tercakup di dalamnya berasal dan impor.
(2)
secara tidak langsung menaikkan indeks harg melalui kenajkan ongkos produksj
(dan kemudian, harga jual) dan berbagal barang Yang menggufl bahan mentah atau
mesin-mesin yang harus di impor (cost inflation).
(3)
secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena ada
kemungkinan (tetapi ini tidak harus demikian) kenaikan harga barang-barang
impor kenaikan Pengeluaran Pemerintah dan swasta yang berusaha mengimbangi
kenaikan harga impor tersebut disebut demand inflation.
“Penularan’ inflasi
dan luar negeri ke dalam negeri bisa pula lewat kenaikan harga barang-barang
ekspor dan saluran saluran hanya sedikit berbeda dengan penularan lewat
kenaikan harga barang-barangg impor :
(1)
Bila harga barang-barang ekspor ,seperti kopi, teh , naik, maka indeks biaya
hidup akan naik pula sebab banang-barang ini langsung masuk dalam daftar
barang-barang yang tercakup dalam indeks harga.
(2)
Bila harga barang- barang ekspor (seperti kayu, karet timah dan sebagainya)
naik, maka ongkos produksi dan barang-barang yang menggunakan barang-barang
tersebut dalam produksinya (perumahan, sepatu, kaleng dan Sebagainya) akan
naik, dan kemudian harga jualnya akan naik pula (cost-inflation).
(3)
Kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan eksportir (dan
juga para produsen barangbarang ekspor tersebut). Kenaikan penghasilan ini
kemudian akan dibelanjakan untuk membeli barang-banang (baik dan dalam maupun
luar negeri). Bila jumlah barang yang tersedia di pasar tidak beitambah, maka
harga-harga barang lain akan naik pu1a (demand inflation).
Penularan inflasi dan
luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara
yang perekonomiannya terbuka, yaitu yang sektor perdagangan luar negerinya penting
(seperti Indonesia, Korea, Taiwan, Singapura, Malaysia dan sebagainya ). Namun
berapa jauh penularan tersebut terjadi juga tergantung kepada kebijaksanaan
penierinlah yang diambil. Dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan moneter dan
perpajakan tertentu pemerintah bisa menetralisir kecenderungan inflasi yang
berasal dan luar negeri.
Disagregasi Inflasi :
1. Inflasi Inti >Yaitu inflasi yang
dipengaruhi oleh faktor fundamental:
- Interaksi permintaan-penawaran
- Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
- Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
- Interaksi permintaan-penawaran
- Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
- Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti
>Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Dalam hal
ini terdiri dari :
1. Inflasi Volatile Food.
Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, angguan alam, gangguan penyakit.
Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, angguan alam, gangguan penyakit.
2. Inflasi Administered Prices
Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dll
Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dll
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor
terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar,
dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan
harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price)1 , dan terjadi negative
supply shocks2 akibat bencana alam dan terganggunya
distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa
relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini
digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan
total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu,
faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku
ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward
looking. Hal ini tercermin
dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada
saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan
penentuan upah minimum regional (UMR).
TIMBULNYA INFLASI
“inflasi” semata-mata
suatu gejala ekonomi, dimana kecenderungan harga-harga untuk naik secara
bersamaan. Sebab-sebab timbulnya inflasi khusus dari segi ekonomi; dan
penentuan sebab-sebab “ekonomis obyektif” ini mungkin bukanlah tugas yang
paling sukar. Biasanya kita harus melampaui batas-batas ilmu ekonomi dan
memasuki bidang ilmu sosiologi dan ilmu politik.
Masalah inflasi dalam
arti yang lebih luas bukan semata-mata masalah ekonomi, tetapi masalah
sosio-ekonomi-politis. Ilmu ekonomi membantu kita ntuk mengidentifikasikan
sebab-sebab obyektif dari inflasi, misalnya saja karena pemerintah
mencetak uang terlalu hanyak. Kalau kita mempertanyakan mengapa pemerinlah
harus mencetak uang, meskipun mereka tahu bahwa tindakan tersebu mengakibatkan
inflasi .seringkali jawabannya terletak di bidang sosial politik.
Secara garis besar ada
3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek
tertentu, Ketiga teori ini adalah:
1. Teori kuantitas
2. Teori Keynes
3. Teori Strukturalis
Teori Kuantitas adalah
teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini (yang akhir-akhir ini
mengalami penyempurnaan-penyempurnaan oleh kelompok ahli ekonomi Universitas
Chicago) masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern
in terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini menyoroti
peranan dalam proses inflasi yaitu :
(a)
jumlah uang yang beredar
(b)
psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations).
Inti dari teori ini
adalah sebagai berikut:
1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada
penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau
penambahan uang giral tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang
beredar, kejadian seperti, misalnva, kegagalan panen, hanya akan menaikkan
harga-harga untuk semenlara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat “bahan
bakar” bagi api inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti
dengan sendirinya, apapun sebab musabab awal dan kenaikan harga tersebut.
2. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan
jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai
kenaikan harga-harga di masa mendatang.
Terdapat 3 kemungkinan keadaan. Keadaan yang pertama adalah bila masyarakat tidak (atau belum)
mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang. Dalam hal mi,
sebagian besar dan penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima oleh
masyarakat untuk menamhah likuiditasnya (yaitu, memperbesar pos Kas dalam buku
neraca para anggota masyarakat). ini berarti bahwa sebagian besar dan kenaikan
jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. berarti bahwa
tidak akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang, jadi tidak
ada kenaikan harga barang-barang (atau harga-harga mungkin naik sedikit
sekali).
Dalam keadaan seperti
ini, kenaikan jumlah uang yang beredar sebesar 10% diikuti oleh kenaikan
harga-harga sebesar, misalnya 1 %. Keadaan ini biasanya dijumpai pada waktu
inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi sedang
berlangsung.
A. Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral
adalah :
Sesuai dengan UU No.
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3
Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral
dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat
lebih fokus dalam pencapaian “single objective”-nya.
Yang dimaksud dengan kestabilan
nilai rupiah adalahKestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan
nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga
barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi
menjadi 2 macam, yaitu :
1. tekanan inflasi yang berasal dari sisi
permintaan
2. tekanan inflasi yang berasal dari sisi
penawaran.
Dalam hal ini, BI
hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari
sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam,
musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar
pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat
inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari
seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan
komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan
sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh
kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat
dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi
secara tajam.
B. Pentingnya kestabilan harga
Pentingnya
pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan
tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
1. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan
pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari
masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin,
bertambah miskin.
2. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan
menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil
keputusan.
Pengalaman empiris
menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan
masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya
akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang
lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan
tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan
tekanan pada nilai rupiah.
Materi Kuliah
Pengantar Teori
Ekonomi Makro
I. Pendahuluan
Secara umum, ilmu
ekonomi berguna karena ia memberikan petunjuk-petunjuk mengenai kebijaksanaan
apa yang bisa diambil untuk menanggulangi suatu permasalahan ekonomi tertentu.
Ekonomi makro, sebagai satu cabang dan ilmu ekonomi, berkaitan dengan permasalahan
kebijaksanaan tertentu, yaitu permasalahan kebijaksanaan makro.
Tugas pengendalian
makro adalah juga mengusahakan agar perekonomian bisa bekerja dan tumbuh secara
seimbang, terhindar dan keadaan-keadaan yang bisa mengganggu keseimbangan umum
tadi. Pengelolaan yang lebih khusus atas masing-masing sektor perekonomian
bukan bagian dan tugas pengendalian makro, meskipun menjaga keseimbangan antara
masing-masing sektor termasuk di dalam tugas tersebut.
II. Permasalahan Ekonomi Makro
Secara garis besar,
permasalahan kebijaksanaan makro mencakup dua permasalahan pokok:
a. Masalah jangka
pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan bagaimana
“menyetir” perekonomian nasional dan bulan ke bulan, dan triwulan ke triwulan
atau dan tahun ke tahun, agar terhindar dan tiga “penyakit makro” utama yaitu:
1) inflasi,
2) pengangguran dan
3) ketimpangan dalam
neraca pembayaran.
b. Masalah jangka
panjang atau masalah pertumbuhan. Masalah ini adalah mengenai bagaimana kita
“menyetir” perekonomian kita agar ada keserasian antara pertumbuhan penduduk,
pertambahan kapasitas produksi, dan tersedianya dana untuk investasi. Pada
asasnya masalahnya juga berkisar pada bagaimana menghindari ketiga penyakit
makro di atas, hanya perpektif waktunya adalah lebih panjang (lima tahun,
sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima tahun).
Dalam analisa jangka
pendek faktor-faktor berikut ini kita anggap tidak berubah atau tidak bisa kita
ubah:
(a) Kapasitas total
dan perekonomian kita. Kegiatan investasi dalam jangka pendek, masih mungkin
dilakukan, tetapi ha nya dalam arti khusus, yaitu sebagai pengeluaran investasi
berupa penambahan stok barang jadi, setengah jadi atau pun barang mentah di
dalam gudang para pengusaha, dan pengeluaran oleh perusahaan-perusahaan untuk
pembelian barang-barang modal (mesin-mesin, konstruksi gedung-gedung dan
sebagainya). Tetapi yang perlu diingat, “jangka pendek” yang kita maksud di
sini adalah begitu pendek sehingga pengeluaran (pembelian) barang-barang modal
tersebut beleum bias menambah kapasitas produksi dalam periodesasi tersebut.
(Yaitu mesin-mesin sudah dibeli tapi belum dipasang).
(b) Jumlah penduduk
dan jurnlah angkatan kerja. Dalam suatu triwulan misalnya, jumlah-jumlah mi
praktis bisa dianggap tidak berubah.
(c) Lembaga-lembaga
sosial, politik, dan ekonomi yang ada.
Selanjutnya dari segi
teori, apabila kita ingin “menyetir” perekonomia kita dalam jangka pendek, kita
harus melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat jangka pendek pula,
misalnya dengan jalan :
7. menambah jumlah uang yang beredar,
8. menurunkan bunga kredit bank,
9. mengenakan pajak import,
10. menurunkan pajak pendapatan atau pajak
penjualan,
11. menambah pengeluaran pemerintah,
12. mengeluarkan obligasi negara dan sebagainya.
Kebijaksanaan-kebinksanaan
semacam ini mempunyai ciri umum bahwa kesemuanya bisa dilakukan tanpa harus
mengubah ketiga factor tersebut di atas.
Jadi seandainya kita
menginginkan kenaikan produksi dalam jangka pndek, kita bisa melakukannya
dengan, misalnya:
4. memperlancar distribusi bahan-bahan mentah
kepada para produsen,
5. mendorong pcngusaha untuk mempergunakan
pabrik-pabriknya secara lebih intensif (menambah giliran kerja/shift),
6. memberikan kerja lembur kepada para karyawan
dan sebagainya.
Kehijaksanaan-kebijaksanaan
semacam mi bisa menaikkan arus produksi barang/jasa tanpa mengubah ketiga
faktor di atas. Kesemuanya ini adalah kebijakilnaan-kebijaksanaan jangka
pendek. Dan kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam inilah yang sering diandalkan
untuk tujuan stabilisasi.
Meskipun demikian
perlu kita catat di sini bahwa dalam praktek yang berkaitan antara masalah
jangka pendek dan masalah jangka panjang, adalah sangat erat, terutama bagi
negara-negara sedang berkembang. Dengan lain kata, kita seringkali tidak bisa
mengkotakkan secara jelas mana yang jangka pendek dan mana yang jangka panjang.
Di banyak
negara-negara sedang berkembang, kita tidak bisa melakukan kebijaksanaan
stabilisasi yang terlepas dan kebijaksaanaan pembangunan ekonomi (jangka
panjang). Seringkali kebijaksanaa-kebijaksanaan jangka pendek yang kita
sebutkan di atas, meskipun kita Iaksanakan secara setepat-tepatnyapun, tidak
bisa menghilangkan secara tuntas penyakit makro, seperti inflasi dan
pengangguran yang diderita oleh masyarakat dalam jangka pendek. Sebabnya adalah
bahwa di negara-negara tersebut seringkali penyakit iniflasi dan pengangguran
tersebut berakar pada sebab-sebab “sturuktural,” yaitu pada faktor-faktor yang
hanya bisa berubah atau diubah dalam jangka panjang dan biasanya melalui pembangunan
ekonomi dan social.
III. Kerangka Analisa makro
Setelah kita
mengetahui duduk persoalan mengenai masalah -masalah pokok apa yang dikaji
dalam ekonomi makro, maka pertanyaan selanjutnya adalah mengetahui bagaimana
mengaji masalah- masalah tersebut sehingga bisa diperoleh jawaban yang
diinginkan.
Terdapat dua aspek
utama dan kerangka analisa ini. Yang pertarna adalah aspek mengenai “apa” yang
disebut kegiatan ekonomi makro dan “di mana” kegiatan tersebut dilakukan. Yang
kedua adalah aspek mengenai “siapa” pelaku-pelakunya.
a. Empat pasar Makro
Dalam analisa ekonomi
makro kita melihat kegiatan ekonomi nasional secara lebih menyeluruh dibanding
dengan apa yang kita pelajari dalam ekonomi Mikro. Kita tidak lagi melihat
pasar beras, pasan blue jeans, pasar rokok kretek, pasar Honda secana
sendiri-sendiri. mi sesuai dengan pengertian mengenai “pengendalian umum” di
alas. Di sini kita melihat pasar-pasar tersebut dan pasar-pasar barang/jasa
lainnya sebagai satu pasar besar, yang kita ben nama “pasar barang”. Tetapi
dalam ekonomi makro kita tidak hanya mempelajani satu pasar ini saja.
Perekonomian nasional kita lihat sebagai suatu sistem yang terdiri dan empat
pasar besar yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu:
(a) Pasar Barang
(b) Pasar Uang
(c) Pasar Tenaga Kerja
(d) Pasar Luar Negeri
Di pasar luar negeri
permintaan akan barang ekspor kita he. sama dengan penawaran akan barang
tersebut menentukan harga rata-rata ekspor kita dan kuantitas atau volume
ekspor, Harga – harga dikalikan volume ekspor memberikan penerimaan devisa
ekspor. Di pasar yang sama permintaan masyarakat kita akan barang-barang impor
dan menentukan harga rata-rata impor dan ‘ volume impor. Juga di sini, harga
rata-rata dikalikan volume import memberikan pengeluaran devisa kita untuk
impor barang-barang/jasa tersebut. Untuk pasar luar negeri, seringkali
menggabungkan pasar eksport dan pasar impor dan mengamai apa yang terjadi
dengan:
(a)
Neraca Perdagangan, yaitu penerimaan devisa ekspor dikurangi pengeluaran devisa
untuk import atau Neraca Pembayaran apabila kila ingin pula mengetahui tentang
aliran keluar-masuknya modal
(b)
Dasar Penukaran Luar Negeri(terms of trade), yaitu harga rata-rata ekspor kita
dibagi dengan harga rata-rata impor kita.
(c)
Cadangan Devisa, yaitu persediaan devisa yang kita pun pada awal tahun plus
saldo neraca pembayaran.
Dalam teori ekonomi
makro mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi P dan Q di masing-masing
pasar. Karena P dan Q tersebut adalah hasil pertemuan (atau perpotongan) antara
kurva permintaan dan kurva penawaran, maka ini berarti bahwa teori ekonomi
makro pada pokoknya mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi posisi
kurva permintaan dan penawaran di masingmasing pasar.
Selanjutnya dengan
diketahuinya faktor-faktor ini dan pengaruhnya terhadap posisi kurva permintaan
dan penawaran, maka kita selanjutnya bisa menanyakan faktor-faktor mana di
antara semua factor-faktor tersebut yang bisa dipengaruhi oleh pemerintah
melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonominya. Dengan demikian kita bisa
mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan mana yang bisa digunakan oleh pemerintah
untuk mempengaruhi P dan Q di masing-masing pasar. Inilah tujuan akhir dan
mempelajari teori makro, yaitu untuk digunakan sebagai petunjuk bagi pemilihan
atau perumusan kebijaksanaan.
b.Lima Pelaku Makro
Dalam teori makro kita
menggolongkan orang-orarig atau lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan ekonomi
menjadi limo kelompok besar, yaitu:
(a) Rumah Tangga,
(b) Produsen,
(c) Pemerintah,
(d) Lembaga-lembaga
Keuangan,
(e) Negara-negara Lain.
Kegiatan dan kelima
kelompok pelaku ini serta kaitannya dengan keempat pasar di atas dimana :
> Permintaan :
1. Pengeluaran
konsumsi oleh Rumah Tangga
2. Belanja barang oleh
Pemerintah
3. Investasi oleh
Perusahaan
4. Ekspor ke luar
negeri
5. Kebutuhan tenaga
kerja oleh Pemerintah
6. Kebutuhan tenaga
kerja oleh Perusahaan
7. Kebutuhan uang
tunai dan kredit
8. Kebutuhan Rumah
Tangga akan uang tunai
9. Kebutuhan
Perusahaan-perusahaan Asing akan rupiah
> Penawaran
8. Hasil produksi dalam negeri
9. Impor dan luar negeri
10. Tenaga kerja yang disediakan oleh Rumah Tangga
11. Suplai uang kartal
12. Tabungan Rumah Tangga
13. Suplai uang giral
14. Suplai dana luar negeri.
* Kelompok Rumah Tangga melakukan
kegiatan-kegiatan pokok seperti:
(a)
menerima penghasilan dan para produsen dan “penjualan” teraga kerja mereka
(upah), deviden, dan dan menyewakan tanah hak milik mereka.
(b)
menerima penghasilan dari lembaga keuangan berupa bunga atas simpanan-simpanan
mereka;
(c)
membelanjakan penghasilan tersebut di pasar barang (sebagai konsumen);
(d)
menyisihkan sisa dan penghasilan tersebut untuk ditabung pada lembaga-lembaga
keuangan;
(e)
membayar pajak kepada pemerintah;
(f)
masuk dalam pasar uang sebagai “peminta” (demanders) karena kebutuhan mereka
akan uang tunal untuk misalnya transaksi sehari-hari.
**Kelompok Produsen melakukan
kegiatan-kegiatan pokok berupa:
(a)
memproduksikan dan menjual barang-barang/jasa-jasa (yaitu sebagai supplier di
pasar barang);
(b)
Menyewa/menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh kelompok rumah
tangga untuk proses produksi;
(c)
menentukan pembelian barang-barang modal dan stok barang-barang lain (selaku
investor masuk dalam pasar barang sebagai peminta atau demander);
(d)
meminta kredit dan lembaga keuangan untuk membiayai investasi mereka (sebagai
demander di pasar uang);
(e)
membayar pajak.
***Kelompok Lembaga Keuangan mencakup semua
bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya kecuali bank sentral (Bank
Indonesia), Kegiatan mereka berupa:
(a)
menerima simpanan/deposito dan rumah tangga;
(b)
menyediakan kredit dan uang giral (sebagai supplier dalam pasar uang).
(c)
Pemerintah (termasuk di dalamnya bank sentral) melakukan kegiatan berupa:
- menarik
pajak langsung dan tak langsung;
-
membelanjakan penerimaan negara untuk membeli barang-barang kebutuhan
pernerintah (sebagai demander di pasar barang),
- meminjam
uang dan luar negeri;
- menyewa
tenaga kerja (sebagai demander di pasar tenaga kerja);
-
menyediakan kebutuhan uang (kartal) bagi masyarakat (sebagai supplier di pasar
uang).
Negara-negara lain:
(a)
menyediakan kebutuhan barang impor (sebagai supplier di pasar barang);
(b)
membeli hasil-hasil ekspor kita (sebagai demander di pasar barang);
(c)
menyediakan kredit untuk pemerintah dan swasta dalam negeri;
(d)
membeli dan pasar barang untuk kebutuhan cabrng perusahaannya di Indonesia
(sebagai investor);
(e)
masuk ke dalam pasar uang dalam negeri sebagai penyalur uang (devisa) dan luar
negeri (sebagai supplier dana) dan sebagai peminta kredit dan uang kartal
rupiah untuk kebutuhan cabang-cabang perusahaan mereka di Indonesia (demander
akan dana). (Singkatnya, sebagai penghubung pasar uang dalam negeri dengan
pasar uang luar negeri).
IV Teori-teori Makro
DASAR FILSAFAT TEORI KEYNES
Menghadapi masalah
depresi dan pengangguran yang begitu hebat, kaum sosialis di negara-negara
Barat mengatakan bahwa kesalahannya terletak pada sistem perekonomian itu
sendiri, yaitu sistem laissez faire atau liberalisme atau kapitalisme. Selama
kita masih mempercayakan pengelolaan perekonomian kita pada para rodusen swasta
yang perdefinisi hanya bertujuan mengejar keuntungan mereka pribadi, maka
depresi, pengangguran, dan juga inflasi akan tetap menjadi penyakit
perekonomian yang menghantui Kita dan waktu ke waktu. Penyakit-penyakit ini
adalah konsekuensi logis dan sistem kapitalisme. Mereka (kaum sosialis)
mengusulkan perombakan sistem perekonornian menjadi sistem sosialis, yaitu
sistem di mana faktor-produksi tidak lagi bisa dirniliki oleh pengusaha swasta,
tetapi hanya bisa dimiliki oleh negara (masyarakat). Semua kegiatan produksi
dikuasai negara, yang dalam teori paling tidak, mengutamakan kepentingan
masyarakat di atas kepentingan pribadi/golongan. Motif mengejar keuntungan
bukan lagi sebagai motif utama untuk menggerakkan produksi (seperti dalam
sistem kapitalis).
“Obat” semacam ini
ternyata dianggap terlalu drastis, dan orang-orang di negara-negara Barat yang
sudah begitu lama terbiasa dengan kebebasan berusaha tidak banyak yang bisa
menerimanya. Mengubah sistem semacam itu berarti mengubah cara hidup dan ke
biasaan hidup yang sudah mendarah daging pada mereka. Tentunya ada “obat” yang
tidak terlalu pahit yang bisa menolong sistem perekonomian mereka. Keynes ada
pada posisi yang unik dalam se jarah pemikiran ekonomi Barat, karena pada
saat-saat krisis ideologi semacam itu ia bisa menawarkan suatu pemecahan yang
merupakan “jalan tengah”.
Keynes mengatakan
bahwa untuk menolong sistem perekonomian negara-negara tersebut, orang harus
bersedia meninggalkan ideologi laissez faire yang murni yang terkandung dalam
pemikiran Klasik. Tidak bisa tidak, demikian Keynes, Pemerintah harus melakukan
lebih banyak campur tangan yang aktif dalam mengendalikan perekonomian
nasional. Pendapat bahwa peranan Pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus
seminimal mungkin sehingga tidak merongrong hak asasi manusia, kebebasan
berusaha dan mengabdikan pada bekerjanya “natural laws”, haruslah ditinggalkan
atau pling tidak diubah. Keynes berpendapat bahwa kegiatan produk dan pemilikan
faktor-faktor produksi, masih tetap bisa dipercayakan kepada pengusaha swasta,
tetapi sekarang pemerintah wajib melakukan kebijaksanaan yang aktif untuk
mempengaruhi gerak perekonomian.
Dalam masa depresi
misalnya, Pemerintah harus bersedia (atau diperbolehkan) untuk melaksanakan
program-program dan kegiatan-kegiatan yang langsung bisa menyerap tenaga kerja
yang tidak dapat memperoleh pekerjaan di sektor swasta, meskipun hal itu hanya
bisa dilaksanakan dengan mengakibatkan defisit di anggaran belanja negara.
(Perlu ditekankan di sini bahwa pada waktu itu sistem anggaran beda yang
seimbang adalah satu-satunya sistem yang dianggap terbaik bidang pengelolaan
keuangan negara). Sebaliknya, bila terjadi inflasi yang disebabkan karena
permintaan masyarakat akan barang barang/jasa melebihi apa yang bisa
diproduksikan dengain kapasita yang ada, Pemerintahpun harus bersedia
mengurangi pengeluarannya sehingga terjadi surplus dalam anggaran belanjanya.
Surplus anggaran ini bisa merupakan rem bagi permintaan masyarakat yang
berlebihan tadi. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa Pemerintah harus
bersedia melakukan kebijaksanaan secara aktif dan sadar. Keynes tidak percaya
akan kekuatan hakiki dari sistem laissez faire untuk mengkoreksi diri sendiri,
yaitu untuk kembali kepada posisi “full employment” secara otomatis. Full
enployment merupakan sesuatu yang hanya bisa dicapai dengan tindakan-tindakan
terencana, dan bukan sesuatu yang akan datang dengan sendirinya. Inilah inti
dan ideologi Keynesian isme.
PASAR BARANG
Kemungkinan Kelebihan
Produksi. Keynes menolak Hukum Say. Menurut Keynes kelebihan produksi secara
umum bisa terjadi. elebihan permintaan ini terjadi bila permintaan masyarakat
akan barang-barang/jasa tidak cukup kuat. Demand yang ada tidak cukup untuk
menyerap supply yang ditawarkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Pada asasnya
Keynes masih menerima pendapat Say bahwa setiap proses produksi mempunyai
akibat ganda, yaitu menghasilkan output dan menghasilkan pen ghasilan kepada
masyarakat sebesar nilai output tersebut.
Dengan demikian pada
suatu waktu tertentu daya beli memang tersedia dalam jumlah yang cukup di
masyarakat untuk “membeli” barang/jasa yang diproduksikan. Tetapi daya beli
yang dimiliki oleh masyarakat tersebut tidak selalu harus sama dengan daya beli
yang betul-betul dibelanjakan oleh masvarakat di pasar barang. Dengan kata
lain, sebagian dan daya beli tersebut mungkin betul-betul diterjemahkan menjadi
permintaan efektif di pasar barang. Tetapi sebagian lain dan daya beli tersebut
mungkin akan ditabung oleh masyarakat. Menabung tidak menambah permintaan
efektif di pasar barang. Jadi tidak seluruh penghasilan (daya beli) yang
diperoleh masyarakat secara langsung diter jemahkan menjadi permintaan efektif.
Di sinilah Keynes berbeda dengan Say. Say mengatakan bahwa seluruh penghasilan
tersebut akhirnya akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif, dus tidak akan
ada kekurangan permintaan efektif, dan tidak mungkin ada kelebihan produksi
secara menyeluruh.
Untuk menerangkan
pendapat Keynes secara lebih jelas kita anggap hanya ada dua sektor: sektor
rumah-tangga dan sektor pro dusen. Keynes mengatakan bahwa sebagian dari
penghasilan yang tidak dibelanjakan oleh sektor rumah-tangga (yaitu yang
ditabung pada lembaga-lembaga keuangan) tidak menimbulkan permintaan efektif.
Hanya apabila daya beli yang ditabung tersebut dipinjamkan oleh lembaga
keuangan kepada sektor produsen untuk membiayai “investasi” mereka, maka daya
beli tersebut berubah menjadi permintaan efektif di pasar barang. (Kita ingat
bahwa “investasi” di artikan sebagai pembelian barang-barang oleh para produsen
untuk keperluan penambahan stok di gudang mereka dan untuk keperluan perluasan
kapasitas produksi mereka, yaitu pembelian mesin-mesin, pembangunan
gedung-gedung dan sebagainya). Jadi jelas bahwa pada suatu waktu tidak ada
jaminan bahwa seluruh daya beli yang ditabung tersebut akan diterjemahkan
menjadi permintaan efektif d pasar barang. Semuanya mi tergantung kepada apakah
para pr dusen mau mempergunakan daya beli yang ditabung pada Iembag lembaga
keuangan tersebut untuk pembelian barang-barang (inve tasi). Kalau misalnya
para produsen hanya mau mempergunakai separoh dan tabungan tersebut, maka ini
berarti bahwa permintaa,’ efekt di pasar barang berjumlah kurang dan nilai dan seluruh
out put yang ditawarkan di pasar tersebut, Dengan lain kata, tida semua barang
yang diproduksjkan akan terbeli (jadi ada ke1ebiha produksi umum).
Apa yang terjadi
kemudian bila tidak semua barang yang diproduksikan dalam suatu periode
(misalnya, triwulan) bisa terbeli? ada dua akibat yang bisa terjadi.
-
Pertama, para produsen akan nengu rangi produksi mereka untuk periode
berikutnya. Jadi, GDP dalani triwulan berikutnya turun.
-
Kedua, dan ini bisa terjadi bersamaan dengan akibat pertama tersebut,
harga-harga barang turun. Sesuat dengan hukum penawaran dan permintaan biasa,
bila permintaan lebih kecil dan penawaran, maka harga cenderung untuk turun.
Sampai berapa jauh kekurangan
perrnintaan efektif akan meng akibatkan turunnya GDP (dalam periode berikutnya)
dan sampai berapa jauh akan menurunkan harga, sangat tergantung khususnya pada
apakah harga-harga barang cukup fleksibel ke bawah (yaitu bisa turun). Dalam
kenyataan memang ada barang yang harganya sulit untuk turun, meskipun ada
kelebihan produksi. ( yang harga jualnya ditentukan atas dasar biaya pro duksi
biasanya tidak mau turun, meskipun terjadi kelebihan pro duksi barang-barang
tersebut). Kalau demikian halnya, maka kekurangan permintaan efektif tersebut
akan lebih banyak mengakibatkan penurunan produksi (GDP) dalam periode beri
kutnya.
Apabila seandainya
harga-harga cukup fleksibel ke bawah. maka harga-harga akan turun cukup jauh,
sehingga permintaan akan barang-barang tersebut mulai naik kembali. (Ingat
hukum permintaan biasa, yang mengatakan bahwa kalau harga sesuatu barang turun
maka jumlah yang dirninta naik). Jadi kalau harga cukup flek sibel maka
penurunan produksj (GDP) pada periode berikutny tidak akan sebesar kalau
harga-harga tidak mau turun. Jadi, lebih s dikit orang-orang yang dipecat dan
pekerjaan mereka (yaitu, Ieh sedikit akibat penganggurannya) Perlu ditekankan
lagi di sini bahw rnekanisme atau proses penyesuaian dengan harga yang
fleksibel inilah yang terlalu diandalkan oleh kaum Kiasik, sehingga mereka
percaya bahwa kalau saja harga-harga fleksibel maka depresi, atau penurunan GDP
(dan selanjutnya pengangguran) akan terkoreksi secara otomatis.
Kemungkinan Kekurangan
Produksi. Keadaan sebaliknya, yaitu kekurangan produksi secara umum juga
mungkin terjadi. Kalau para produsen ternyata memutuskan untuk melakukan
investasi dalam jumlah yang lebih besar daripada daya beli yang ditabung oleh
ma syarakat, maka permintaan efektif (oleh sektor rumah tangga dan sektor
produsen) di pasar barang menjadi lena/u besar dibanding dengan nilai output
yang tersedia di pasar. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa besar kecilnya
permintaan efektif (total) sangat tergan tung pada keputusan para konsumen
(rumah tan gga) men genai besar pen geluaran konsumsinya dan keputusan para
produsen men genai besarnya in vest asi yang mereka in gin Iaksanakan dalam
periode tersebut
Mengenai keputusan
pengeluaran konsumsi rumah-tangga, Keynes berpendapat bahwa keputusan tersebut
cukup stabil dan biasanya hanya berubah apabila tingkat pendapatan rumah-tangga
berubah. Menurut ia (dan ini memang didukung oleh kenyataan), yang sulit
diterka adalah perilaku produsen dalam pengeluaran investasinya. Oleh sebab
itu, dalam praktek, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat menentukan
gejolak GDP (dan kesempatan kerja).
Seandainya pengeluaran
investasi yang diinginkan para produsen (investor) ternyata lebih besar
daripada dana yang ditabung oleh sektor rumah-tangga, maka mi berarti bahwa permintaan
efektif lebih besar daripada nilai output yang tersedia. Dalam kasus kele bihan
permintaan efektif ini, berapa besar kelebihan permintaan efektif dalam periode
sekarang akan mengakibatkan kenaikan GDP dan berapa besar akan mengakibatkan
kenaikan harga, tergantung pada tersedianya kapasitas produksi yang belum
terpakai dalam masyarakat. Bila masih cukup banyak kapasitas produksi (pabrik
pabrik) yang belum bekerja secara penuh, maka kelebihan permintaan efektif
tersebut akan mengakibatkan kenaikan produksi (GDP) pada periode berikutnya
tanpa menaikkan harga-harga (atau harga harga mungkin naik sedikit sekali).
Tetapi apabila ternyata bahwa pabrik-pabrik sudah bekerja secara penuh, maka
kelebihan permin taan efektif tersebut tidak bisa diimbangi dengan kenaikan
produksi (GDP), sehingga kelebihan permintaan tersebut akan diterjemahkan
seluruhnya menjadi kenaikan harga-harga atau inflasi.Berikut ini kita akan
melihat secara garis besar kerangka analisis dan teori makro dan Keynes.
Pasar Uang
Teori makro Klasik
mempunyai dasar filsafat bahwa perekonomian yang didasarkan pada sistem
bebas-berusaha (laissez faire) adalah self-regulating, artinya mempunyai
kemampuan untuk kembali ke posisi keseimbangannya secara otomatis. OIeh sebab
itu pemerintah tidak perlu campurtangan.
Di pasar barang sifat
self-regulating ini dicerminkan oleh adanya proses yang otomatis membawa
kembali ke posisi GDP yang menjamin full-employment, apabila karena sesuatu hal
perekonomian tidak pada posisi ini. Landasan dan keyakinan ini adalah
(a)
berlakunya Hukum Say yang menyatakan bahwa: “Supply creates its own demand,”
dan
(b)
anggapan bahwa semua harga fleksibel.
3. Di pasar tenaga kerja, dalam jangka pendek
hanya ada pengangguran sukarela. Tetapi pengangguran inipun hanya bersifat
sementara, karena apabila harga-harga turun (termasuk tingkat upah), maka
konsumsi dan produksi akan kembali lagi ke tingkat semula (yaitu tingkat full
employment).
4. Di pasar uang, kaum Klasik mempunyai Teori
Kuantitas, yang menyatakan bahwa permintaan akan uang adalah proporsional
dengan nilai transaksi yang dilakukan masyarakat. Di pasar mi ditentukan
tingkat harga umum; apabila jumlah uang yang beredar (penawaran akan uang) naik
maka tingkat harga pun naik.
Dalam sistem standar
kertas, tidak ada proses otomatis yang menstabilkan tingkat harga. Di sini kaum
Kiasik melihat satu-satunya peranan makro pemerintah, yaitu mengendalikan
jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan transaksi masyarakat.
Di dalam sistem
standar emas, ada mekanisme otomatis yang menjamin kestabilan harga. Di sini
peranan pemeriniah tidak dianggap perlu. Karena jumlah uang (emas) yang beredar
otomatis menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Di pasar luar negeri,
mekanisme otomatis menjamin keseimbangan neraca perdagangan melalui:
(a) mekanisme Hume,
dalam sistem standar emas, atau
(b) mekanisme kurs
devisa mengambang, dalam sistem standar kertas.
Sementara itu Campur
tangan pernerintah tidak diperlukan. Penjelasan tentang pasar uang dapt
dijelaskan sebagai berikut :
7. Pasar uang adalah pertemuan antara permintaan
akan uang dengan penawaran akan uang. Permintaan akan uang adalali kebutuhan
masyarakat akan uang tunai untuk menunjang k giatan ekonominya. Sedangkan
penawaran akan uang adalah jumlah uang yang disediakan oleh pemerintah dan
bank-banl yaitu seiuruh uang kartal dan uang giral yang beredar.
8. Menurut Keynes, permintaan akan uang bersumber
pada 3 macam kebutuhan akan uang: (a) kebutuhan transaksi, (b) kebutuhan
berjaga-jaga dan (c) kebutuhan spekulasi. Ketiga macan kebutuhan ini disebut 3
alasan mengapa orang memerlukan uang.
9. Permintaan akan uang untuk transaksi
ditentukan oleh(a) vol me output yang ditransaksikan (yaitu GDP nil) dan (b)
tingkai harga umum. Dalam hal mi Keynes tidak berbeda dengan kaum Klasik, Pasar
uang untuk berjaga-jaga relatif kecil.
10. Permintaan untuk spekulasi (yang membedakan
teori Key dengan teori Kuantitas) adalah permintaan akan uang tunai un tuk
tujuan memperoleh keuntungan. Caranya adalah dengan “berspekulasi” dalam pasar
obligasi (surat berharga). Apabila harga obligasi diharapkan untuk naik di masa
mendatang, mak orang akan membeli obligasi dengan uang tunainya han in un
berarti uang tunai yang saat mi ia ingin pegang (untuk tujual spekulasi)
berkurang. Sebaliknya, apabila harga obligasi diha rapkan turun, maka
permintaannya akan uang tunai saat ini bertambah lebih senang menjual obligasi
yang ia pegang memperoleh atau memegang uang tunai sekarang.
11. Hubungan antara harga obligasi dan tingkat
bunga yang berla ku adalah berkebalikan. Harga obligasi naik sama saja artiny
dengan tingkat bunga turun. Sebaliknya, harga obligasi turun berarti tingkat
bunga naik.
12. Bila harga obligasi diharapkan naik, ini
berarti bahwa harga obligasi saat ini dianggap terlalu rendah. Bila harga
obliga harapkan turun, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dengan harga
tertinggi.
Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter
adalah tindakan pemerintah (atau bank sentral) untuk mempengaruhi situasi makro
yang dilaksanakan melalui pasar uang. Ini adalah definisi umum dari kebijakan
moneter yang bisa diartikan sebagai tindakan makro pemerintah dengan cara
mempengaruhi proses penciptaan uang.Dengan mempengaruhi proses penciptaan uang,
pemerintah bisa mempengaruhi :
3. jumlah uang beredar.
4. tingkat bunga yang berlaku dipasar uang.
Melalui tingkat bunga pemerintah bisa mempengaruhi :
1. pengeluaran investasi
2. tingkat harga (P) dan GDP
Di sini kita menyoroti
mata rantai yang pertama, yaitu antara kebijaksanaan moneter dengan M Khususnya
kita menanyakan tindakan-tindakan apakah yang bisa dilakukan Pemerintah (bank
sentral) untuk mempengaruhi M (uang beredar)
Untuk menjawab
pertanyaan ini kita perlu merangkum kesimpulan-kesimpulan pokok mengenai proses
penciptaan uang di atas. Pertama, kita simpulkan bahwa jumlah uang beredar (Ms)
ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
(a) besarnya jumlah
uang inti (H) yang tersedia, dan
(b) besarnya koefisien
pelipat uang,
Kedua, kita simpulkan
bahwa besarnya uang inti dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
(a) keadaan neraca
pembayaran (surplus atau defisit)
(b) keadaan APBN
(surplus atau defisit)
(c) perubahan kredit
langsung Bank Indonesia
(d) perubahan kredit
likuiditas Bank Indonesia.
Secara umum kita
mengatakan bahwa pemerintah bisa mempengaruhi Ms apabila pemerintah bisa
mempengaruhi nilai pelipat uang dan/atau jumlah uang inti.
Apa yang bisa
dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi Ms adalah apa yang bisa dilakukan
pemerintah untuk mempengaruhi variabel-variabel di sebelah kanan persamaan (8)
ini. Man kita lihat satu per satu. Kita sebutkan di atas bahwa u (= K/Ms) tidak
ditentukan oleh pemerintah, tetapi diputuskan oleh masyarakat. Tetapi
sebenarnya pemerintah masih bisa mempengaruhi uang secara tidak langsung.
Misalnya apabila bank-bank pemerintah rneningkatkan bunga yang dibayar kan
untuk deposito atau giro, maka kemugkinan uang menurun (artinya, orang lebih
suka memegang uang giral daripada uang kartal). Dengan demikian money
multiplier naik dan M naik. Dalam hal ini kita mengatakan bahwa tingkat bunga
untuk deposito dan giro adalah instrumen kebijaksanaan moneter yang bisa digunakan
pemerintah untuk mempengaruhi M lewat u.
Bagaimana dengan v (=
R/D)? Kita singgung di atas bahwa selain itu pemerintah bisa mempengaruhi v
melalui penentuan cash-ratio atau reserve requirement. Apabila pemerintah ingin
mengekang M pemerintah bisa meningkatkan cash-ratio. sehingga v meningkat, yang
selanjutnya akan memperkecil nilai koefisien pelipat uang. Sebaliknya,
cash-ratio bisa diturunkan apabila pemerintah menginginkan untuk memperbesar M
Oleh sebab itu cash-ratio kita katakan pula sebagai suatu instrumen
kebijaksanaan moneter.
Sebenarnya pemerintah
masih bisa mempengaruhi v (jumlah Uang Giral) dengan cara lain, yaitu
dengan mempengaruhi excess reserve yang dipegang bank. Bagaimana caranya? Satu
cara utama adalah dengan mengubah tingkat bunga yang dikenakan oleh bank
sentral atas pinjaman yang diberikannya kepada bank-bank. (Ingat bank sentral
adalah “banknya bank” atau bankers’ bank, artinya ia bisa memberikan pinjaman
kepada bank-bank apabila mereka membutuhkan tam bahan likuiditas). Untuk pinjaman
semacam ini bank-bank harus membayar bunga. Tingkat bunga ini dikenal dengan
nama discount rate.
Apabila discount rate
dinaikkan maka bank-bank cenderung untuk menambah excess reservenya, sebab
mereka tidak ingin terlalu mengandalkan dana bank sentral untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas yang tak terduga karena cara itu menjadi terlalu mahal.
Akibatnya v (jumlah Uang Giral) meningkat dan pelipat uang menurun.
Sebaliknya, apabila discount rate ( pengurangan rata-rata) rendah, maka bank
merasa cukup aman memegang excess reserve yang kecil, karena sewaktu-waktu
mereka memerlukan dana untuk mengatasi masalah likuiditasnya mereka bisa
memperoleh dana bank sentral dengan biaya murah. Akibatnya v (jumlah Uang
Giral) turun, sehingga pelipat uang meningkat. Jadi discount rate adalah
juga instrumen ke bijaksanaan moneter bagi pemerintah (bank sentral).
Pemerintah bisa pula
mempengaruhi Ms dengan cara mempengaruhi H (uang inti). Dengan cara: pemerintah
bisa mempengaruhi neraca pembayaran Dengan menggalakkan ekspor (misalnya,
dengan memberi ran sangan ekspor berupa penurunan pajak ekspor atau pemberian
sertifikat Ekspor) dan mengurang impor. (misalnya dengan menaikkan bea masuk),
pemerintah bisa menciptakan surplus neraca pembayaran. ini akan menambah uang
inti yang tersedia di masyarakat, Sehingga Ms meningkat. Jadi pajak ekspor,
Sertifikat Ekspor, bea masuk, adalah instrumen kebijaksanaan moneter.
Pemerintah bisa dengan
lebih langsung mempengaruhi APBN . Apabila dikehendaki Ms meningkat, APBN bisa
dibuat defisit. baliknya, apabila M dikehendaki turun, maka APBN harus dibuat
surplus. Jadi, APBN adalah juga instrumen kebijaksanaan moneter. Demikian pula
pemerintah bisa mempengaruhi M (uang bereedar) dengan mengendalikan kredit
langsung dan kredit likuiditas bank sentralnya, misalnya dengan menetapkan
batas maksimum yang bisa diberi n (credit ceiling) atau dengan menaikkan (atau
menurunkan) tingkat bunga kredit bank.
Sebenarnya ada
berbagai variasi instrumen lain yang bisa digunakan pemerintah untuk
mempengaruhi Ms lewat baik money multiplier maupun jumlah uang inti. Apa yang
kita sebutkan di atas ada beberapa instrumen-instrumen pokoknya. Kita tidak
bicarakan instrumen-instrumen lain tersebut di sini, karena lebih cocok untuk
bahas dalam Ekonomi Moneter.
KEBIJAKSANAAN FISKAL
Kebijaksanaan
fiskal adalah kebijaksanaan yang kedua dibidang pengendalian makro adalah.
Kebijaksanaan moneter dan kebijaksanaan fiskal adalah dua kebijaksanaan yang
merupakan alat utama bagi perencana ekonomi nasional untuk mengendalikan
keseimbangan makro perekonomiannya. Keduanya sangat erat berkaitan satu
sama lain, sehingga dalam praktek yang sering dijumpai adalah kebijaksanaan
fiskal yang juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi moneter atau kebijaksanaan
moneter dengan konsekuensi-konsekuensi fiskal. Kebijaksanaan-kebijaksanaan
semacam ini mungkin lebih cocok disebut ‘kebijaksanaan fiskal-moneter”.
Pembahasan ini diawali
mengenai hubungan antara APBN dan kebijaksanaan fiskal. Hal ini sejalan
dengan pengertian umum bahwa kebijaksanaan fiskal adalah kebijaksanaan yang
dilaksanakan lewat APBN. Dalam bagian selanjutnya kita akan meneliti apakah
pengaruh dan suatu “kebijaksanaan fiskal”, yang dicerminkan oleh suatu struktur
APBN tertentu, ter hadap perekonomian. Akhirnya kita akan mengambil sebuah contoh
untuk menunjukkan bagaimana kita bisa memperkirakan pengaruh dan suatu
kebijaksanaan fiskal dengan menggunakan aijabar sederhana.
APBN DAN KEBIJAKSANAAN FISKAL
Pengaruh kebijaksanaan
fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan,
yaitu:
(a) Bagaimana suatu
kebijaksanaan uiskal diterjemahkan men jadi suatu APBN dan
(b) Bagaimana APBN
tersebut mempengaruhi perekonomian.
Dalam bagian mi kita
akan mengaji tahap (a). Khususnya kita akan membahas makna dan suatu
kebijaksanaan fiskal dilihat dari struktur pos-pos APBN.
APBN mempunyai dua
sisi, yaitu sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat penerimaan.
Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan uang untuk
pelaknaannya. Dalam praktek macam pos-pos yang tercantum di sisi ini sangat
beraneka ragam dan mencerminkan apa yang ingin dilaknakan pemerintah dalam
programnya. Untuk tujuan pembahasan
Dibagian lain terdiri
dan pos utama, yaitu:
4. Pengeluaran pernerintah untuk pembelian
barang/jasa,
5. pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawainya,
6. pengeluaran pemerintah untuk transfer payments
yang ini liputi misalnya, pembayaran subsidi/bantuan Iangsung kepada berbagai
golongan masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman
pemerintah kepada masyarakat.
Semua pos pada sisi
pengeluaran tersebut memerlukan dana untuk melaksanakannya. Sisi penerimaan
menunjukkan darimana dana yang diperlukan tersebut diperoleh. Ada empat sumber
utama untuk memperoleh dana tersebut, yaitu:
(a) pajak (berbagai
macam),
(b) pinjaman dan bank
sentral,
(c) pinjaman dan
masyarakat dalam negeri,
(d) pinjaman dan luar
negeri.
Dahulu pajak adalah
satu-satunya sumber untuk pembiayaan kegiatan pemerintahan. Tidak ada pajak
tidak ada kegiatan pemerintahan. Sekarang, pajak masih merupakan sumber
keuangan negara yang paling penting bagi semua negara di dunia. Namun bagi
pemerintah di negara-negara modern ada bebeapa cara lain untuk memperoleh dana
tambahan. Yang pertama, pemerintah bisa “meminjam” dana dan bank sentralnya,
seperti halnva seseorang mengambil kredit dart bank. Tetapi ada satu perbedaan
penting antara kredit bank sentral kepada pemerintah dengan kredit bank kepada
seseorang atau perusahaan. Perbedaan ini adalah bahwa bank sentral hanya bisa
memberikan kredit dengan jalan menciptakan uang inti (reserve money). Bank
sentral tidak bisa menciptakan uang giral seperti bank-bank umum biasa, sebab
“uang giral” bank sentral.
Dan penambahan uang
inti (L berarti (lewat money multiplier) penambahan jumlah uang beredar (L OIeh
sebab itu dalam ungkapan yang lebih populer, pemberian kredit bank sentral
kepada pemerintah adalah identik dengan pencetakan uang baru. (Yang lebih tepat
sebenarnya adalah penciptaan uang inti baru).
Cara lain untuk
memperoleh dana adalah meminjam dan masyarakat dalam negeni. Caranya adalah
dengan mengeluarkan obligasi dan menjualnya di pasar uang dalam negeri*). Bila
masyarakat (termasuk bank-bank) membeli surat berharga ini maka pemerintah
memperoleh dana yang semula ada di tangan masyarakat (dan sebagai gantinya,
masyarakat memegang obligasi pemerintah). Cara ini disebut open market
operations (operasi pasar terbuka). Biasanya bank sentral bertindak sebagai
“agen” pemerintah dalam melakukan open market operations. Cara ini hanya bisa
dilakukan di negara-negara yang sudah memiliki pasar surat berharga (bursa efek
dan saham) yang sudah maju. Bagi negara-negara sedang berkem bang pasar semacam
itu belum berkembang, sehingga kebijaksanaan open market operations hanya
mempunyai kegunaan yang terbatas. Bagi negara-negara maju, open market
operations adalah suatu cara pembelanjaan keuangan negara yang sangat penting.
Cara yang terakhir
untuk memperoleh dana adalah dengan meminjam dan luar negeri. Yang dilakukan di
sini adalah “mengambangkan” obligasi pemerintah di pasar uang luar negeri
(misalnya, pemerintah Indonesia telah menjual obligasinya di pasar uang Hamburg
dan Tokyo). Dalam hal mi pemerintah Indonesia menerima dana (dalam bentuk
matauang asing atau “devisa”) dan si pembeli di luar negeri menerirna surat
tanda berhutang (“obligasi”) pemenintah Indonesia (beserta janji kapan membayar
kembali dan dengan bunga beberapa). Cara mi lebih cocok apabila pemerintah
membutuhkan dana dalam bentuk devisa (misalnya, untuk membiayai kebutuhan
impornya).
Cara di atas adalah
untuk memperoleh “kredit komersial” dan luar negeri, yaitu pinjaman dengan
bunga seperti yang berlaku di pasar pada saat itu. Bagi beberapa negara, kredit
komersial mungkin mungkin dirasa cukup berat, dilihat dan persyaratan
pembayaran bunga maupun jangka waktu pengembaliannya. Khusus bagi negara sedang
berkembang tersedia kemungkinan untuk memperoleh “kredit lunak”, yaitu pinjaman
dengan bunga di bawah bunga yang berlaku di pasar uang dan dengan jangka waktu
yang lebih longgar.*)
Pemberi kredit ini
adalah pemerintah negara-negara maju yang memang mempunyai program
untukmembantu pembangunan negara negara berkembang, yaitu negara-negara
“donor”, dan lembaga lembaga keuangan internasional yang bertujuan membantu
negara negara berkembang (seperti Bank Dunia, Asian Development Bank, Dana
Moneter Internasional (IMF), dan sebagainya).
Sebagai contoh, APBN
suatu negara bisa berbentuk seperti berikut: APBN, Negara X, 1981/1982 (dalam
Rp milyar), Dari segi pembukuannya, APBN selalu seimbang: pengeluaran total
adalah 2.300 dan penerimaan total juga 2.300. Perubahan kebijaksanaan fiskal
ditunjukkan oleh adanya perubahan jumlah untuk masing-masing pos. Meskipun
jumlah total (pengeluaran dan penerimaan) sama, kita bisa mempunyai
kebijaksanaan fiskal yang berbeda apabila struktur angka-angka untuk pos-pos
APBN berbeda. Dan memang, kita tidak bisa melihat pengaruh dan suatu APBN hanya
dengan melihat nilai totalnya saja. (sebab nilai ini menurut prinsip
akuntansinya harus selalu seimbang). Kita bisa mengatakan bahwa APBN defisit,
surplus atau seimbang dalam arti ekonomis hanya apabila kita meneliti struktur
angka-angkanya.
Ada beberapa
pengertian yang berbeda mengenai apa yang di maksud suatu APBN defisit, surplus
atau seimbang. Masing-masing pengertian mempunyai arti ekonomis (dan implikasi
makro) yang berbeda satu sama lain. Kita harus memilih pengertian yang sesuai
dengan tujuan analisa kita atau dengan problema yang kita soroti. Contoh di
atas (dengan kriteria manapun) menunjukkan situasi APBN defisit. Pengertian
yang “paling ketat” mengatakan bahwa defisit APBN terjadi apabila seluruh
pengeluaran pemerintah tidak bisa dibiayai oleh sumber keuangan negara yang
paling utama, yaitu pajak. Dalam contoh di atas, pengeluaran total adalah 2.300
sedang penerimaan pajak hanya 1.200, jadi terjadi defisit (dalam pengertian
ini) sebesar 1.100.
Pengertian defisit
yang kedua dan yang “kurang ketat” mengatakan bahwa APBN defisit apabila
penerimaan pajak plus pinjaman pemerintah dan masyarakat dalam negeri tidak
mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dalam contoh di atas,
pajak plus pinjaman mi berjumlah 1.400, sehingga terjadi defisit (dalam
pengertian ini) sebesar 900.
Mengapa pinjaman dan
masyarakat dalam negeni dianggap sebagai sumber dana yang “wajar”? Pertama,
karena ini adalah pinjaman pemerintah terhadap warganya sendiri, sehingga ada
perasaan bahwa pinjaman ini “wajar”. Alasan kedua, yang secara ekonomis lebih
penting, adalah bahwa pinjaman semacam ini tidak menambah jumlah uang beredar
di dalam negeri, karena dana yang diperoleh pemerintah adalah dana yang
sebelumnya ada di ta ngan masyarakat (yaitu, hanya terjadi pengalihan hak
penggunaan dana yang tersedia). Ciri ini mempunyai implikasi penting bagi
pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian (seperti yang akan kita
bahas nanti).
Pengertian yang paling
“lunak” mengenai defisit APBN menga takan bahwa defisit APBN hanya terjadi
apabila pajak + pinjaman dan masyarakat dalam negeri + pinjaman dan luar negeri
tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dengan lain
perkataan, defisit APBN terjadi apabila pemerintah harus meminjam dan bank
sentral atau, secara populer, harus men cetak uang baru untuk membiayai
pengeluarannya. Dalam contoh di atas, defisit menurut pengertian ini adalah
300.
Berbagai pengertian
mengenai APBN surplus dan seimbang juga bisa digolongkan sejalan dengan
pengertian mengenai defisit di atas. Kesimpulan umum mengenai uraian kita
sampai saat mi adah bahwa kita harus berhati-hati dan mempunyai konsepsi jelas
mengu nai pengertian mana yang kita maksud apabila kita mengatakan te jadi
defisit atau surplus APBN. Selain itu jelas pula dan uraian di atas bahwa cara
membiayai pengeluaran pemerintah menentukan sekali akibat APBN terhadap
perekonomian. Bermacam-macam pengeluaran sangat menentukan pula pengaruh APBN
terhadap perekonomian Hanya melihat angka “total”nya saja, kita tidak bisa
menilai konsekuensi APBN bagi perekonomian.
I N F L A S I
Inflasi merupakan
salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi.
Pada asasnya inflasi merupakan gelaja ekonomi yang berupa naiknya tingkat
harga.
Definisi inflasi :
Inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi
kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang
lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator Inflasi :
·
Indeks Harga Konsumen
(IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan
harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari
paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei
bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis
barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas.
·
Indeks Harga
Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari
komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.
Didasarkan kepada
sumber penyebabnya, menurut Soediyono R. : inflasi dapat digolong-golongkan
sebagai berikut:
(a) Inflasi
permintaan. Istilah untuk inflasi semacam ini antara lain ialah demand-pull
inflation. inflasi tarikan permintaan dan demand inflation.
(b) inflasi penawaran.
lstilah lain yang hanyak dipakai untuk inflasi sernacam mi ialah cost-push
inflation dan supply inflation.
(c) Inflasi campuran,
yaitu inflasi yang mempunyai baik unsur demand pull maupun cost push. Inflasi
semacam ini sering disebut mixed inflation.
Inflasi Permintaan
Sebagai langkah
pertama macam inflasi yang merupakan pusat perhatian kita ialah inflasi
permintaan, yang ini terkenal dengan sebutan demand full inflation. Seperti
tersirat dalam namanya, inflasi permintaan timbul sebagai akibat dan
meningkatnya permintaan agregatif. Ada beberapa Icon atau model analisis
ekonomi yang dapat dimasukkan ke dalam kategori inflasi permintaan. Beberapa di
antaranya yang uraian singkatnya disajikan di bawah mi ialah:
(a) pendekatan teori
kuantitas uang,
(b) pendekatan celah
inflasi,
(c) pendekatan IS-LM,
dan
(d) pendekatan
permintaan -penawaran agregatif
1. Inflasi Permintaan dengan Pendekatan Teori
Kuantitas Uang
Teori kuantitas uang berpendapat bahwa naik-turunnya
tingkat harga disebabkan oleh naik-turunnya jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Sebagai akibat dan meningkatnya jumlah saldo kas yang dimiliki
oleh rumah-rumah tangga dikarenakan oleh meningkatnya jumlah uang yang beredar,
angka banding antara jumlah saldo kas dengan besarnya pendapatan dirasakan
menjadi terlalu tinggi. Untuk mengurangi kelebihan saldo kas tersebut, menurut
teori kuantitas uang, rumah tangga akan langsung menggunakannya untuk
memperbesar pengeluaran konsumsi mereka. ini dengan sendirinya mengakibatkan
meningkatnya permintaan agregatif. Dengan mendasarkan kepada asumsi kesempatan kerja penuh atau
full employment, maka meningkatnya permintaan agregatif akan mengakibatkan
naiknya tingkat harga. Dengan kata lain, terjadilah inflasi.
Sebagai akibat dan
adanya inflasi nilai nyata saldo kas akan menurun. Proses inflasi terus terjadi
sampai tercapai keadaan di mana angka banding antara jumlah saldo kas nyata
dengan pendapatan nyata kembali ke ketinggian semula. Inflasi akan terhenti di
sini, kecuali kalau terjadi lagi penambahan jumlah uang yang beredar.
2. Inflasi Permintaan dengan Pendekatan
Analisa Celah inflasi
Masalah celah inflasi atau inflationary gap bahwa inflation gap
terjadi apabila besarnya investasi yang terjadi melebihi penabungan atau saving
pada tingkat pendapatan fuII-employmen, pernyataan tersebut tepat kalau
diterapkan untuk perekonomian tertutup. dalam keadaan di mana besarnya
permintaan agregati,f yaitu hasil penjumlahan (C + 1 + G + X — M), melebihi
kapasitas produksi nasional, yang biasa disebut juga full-employment income.
3. Inflasi
Permintaan dengan Pendekatan IS-LM
Menerangkan inflasi
dengan menggunakan pendekatan IS-LM tersebut ialah bahwa masing-masing
dimaksudkan untuk menerangkan dua hal, yaitu:
(a) penentuan tingkat
pendapatan nasional ekuilibrium,
(b) penentuan tingkat
harga dengan tingkat pendapatan nasional ekuilibrium seperti yang uraian atau
perhitungannya disajikan oleh butir .
Oleh karena semua
variahel yang diperhatikan dalam analisis silang Keynes tersebut. mengenai
pengukurannya semuanya sama, yaitu masing-masing diukur dalam rupiah per satuan
waktu. Analisis IS-LM di lain pihak sebagian dan vaniabelnya; yaitu variabel
investasi dan variabel permintaan uang untuk spekulasi, ditentukan oleh tingkat
bunga, yang pengukurannya tidak dalam rupiah per satuan waktu, melainkan dalam
persentase persatuan waktu.
Menurut Boediono : Kedua macam inflasi yaitu inflasi permintaan
dan inflasi penawaran itu jarang sekali dijumpai dalam praktek dengan bentuk
yang murni. Pada umumnya, inflasi Yang tenjadi di berbagai negara di dunja
adalah kombinasi dan kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya
saling memperkuat satu sama lain. Atau disebut inflasi campuran yang mempunyai
baik unsur demand—pull maupun cost—push. Inflasi semacam ini sering disebut
mixed inflation.
Penggolongan Yang
ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi Di sini kita bedakan:
(1) inflasi Yang
berasal dan dalam negeri (domestic Inflation)
(2) Inflasi Yang
berasal dan luar negeri (imported inflalion)
Inflasi yang berasal
dan dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai
dengan pencetakan uang baru, panenan Yang gagal dan sebagainya Infiasi yang
berasal dan luar negeri adalah inflasi Yang timbul karena kenaikan harga-harga
(yaitu, inflasi) di luar negeri atau di Negara negara tetangga berdagang
dengan negara kita. Akibat kenaikan harga barang barang yang kita Inpor :
(1)
secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dan barangbarag
yang tercakup di dalamnya berasal dan impor.
(2)
secara tidak langsung menaikkan indeks harg melalui kenajkan ongkos produksj
(dan kemudian, harga jual) dan berbagal barang Yang menggufl bahan mentah atau
mesin-mesin yang harus di impor (cost inflation).
(3)
secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena ada
kemungkinan (tetapi ini tidak harus demikian) kenaikan harga barang-barang
impor kenaikan Pengeluaran Pemerintah dan swasta yang berusaha mengimbangi
kenaikan harga impor tersebut disebut demand inflation.
“Penularan’ inflasi
dan luar negeri ke dalam negeri bisa pula lewat kenaikan harga barang-barang
ekspor dan saluran saluran hanya sedikit berbeda dengan penularan lewat
kenaikan harga barang-barangg impor :
(1)
Bila harga barang-barang ekspor ,seperti kopi, teh , naik, maka indeks biaya
hidup akan naik pula sebab banang-barang ini langsung masuk dalam daftar
barang-barang yang tercakup dalam indeks harga.
(2)
Bila harga barang- barang ekspor (seperti kayu, karet timah dan sebagainya)
naik, maka ongkos produksi dan barang-barang yang menggunakan barang-barang
tersebut dalam produksinya (perumahan, sepatu, kaleng dan Sebagainya) akan
naik, dan kemudian harga jualnya akan naik pula (cost-inflation).
(3)
Kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan eksportir (dan
juga para produsen barangbarang ekspor tersebut). Kenaikan penghasilan ini
kemudian akan dibelanjakan untuk membeli barang-banang (baik dan dalam maupun
luar negeri). Bila jumlah barang yang tersedia di pasar tidak beitambah, maka
harga-harga barang lain akan naik pu1a (demand inflation).
Penularan inflasi dan
luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara
yang perekonomiannya terbuka, yaitu yang sektor perdagangan luar negerinya penting
(seperti Indonesia, Korea, Taiwan, Singapura, Malaysia dan sebagainya ). Namun
berapa jauh penularan tersebut terjadi juga tergantung kepada kebijaksanaan
penierinlah yang diambil. Dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan moneter dan
perpajakan tertentu pemerintah bisa menetralisir kecenderungan inflasi yang
berasal dan luar negeri.
Disagregasi Inflasi :
2. Inflasi Inti >Yaitu inflasi yang
dipengaruhi oleh faktor fundamental:
- Interaksi permintaan-penawaran
- Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
- Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
- Interaksi permintaan-penawaran
- Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
- Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti
>Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Dalam hal
ini terdiri dari :
3. Inflasi Volatile Food.
Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, angguan alam, gangguan penyakit.
Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, angguan alam, gangguan penyakit.
4. Inflasi Administered Prices
Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dll
Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dll
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor
terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar,
dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan
harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price)1 , dan terjadi negative
supply shocks2 akibat bencana alam dan terganggunya
distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa
relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini
digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan
total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu,
faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku
ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward
looking. Hal ini tercermin
dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada
saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan
penentuan upah minimum regional (UMR).
TIMBULNYA INFLASI
“inflasi” semata-mata
suatu gejala ekonomi, dimana kecenderungan harga-harga untuk naik secara
bersamaan. Sebab-sebab timbulnya inflasi khusus dari segi ekonomi; dan
penentuan sebab-sebab “ekonomis obyektif” ini mungkin bukanlah tugas yang
paling sukar. Biasanya kita harus melampaui batas-batas ilmu ekonomi dan
memasuki bidang ilmu sosiologi dan ilmu politik.
Masalah inflasi dalam
arti yang lebih luas bukan semata-mata masalah ekonomi, tetapi masalah
sosio-ekonomi-politis. Ilmu ekonomi membantu kita ntuk mengidentifikasikan
sebab-sebab obyektif dari inflasi, misalnya saja karena pemerintah
mencetak uang terlalu hanyak. Kalau kita mempertanyakan mengapa pemerinlah
harus mencetak uang, meskipun mereka tahu bahwa tindakan tersebu mengakibatkan
inflasi .seringkali jawabannya terletak di bidang sosial politik.
Secara garis besar ada
3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek
tertentu, Ketiga teori ini adalah:
4. Teori kuantitas
5. Teori Keynes
6. Teori Strukturalis
Teori Kuantitas adalah
teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini (yang akhir-akhir ini
mengalami penyempurnaan-penyempurnaan oleh kelompok ahli ekonomi Universitas
Chicago) masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern
in terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini menyoroti
peranan dalam proses inflasi yaitu :
(a)
jumlah uang yang beredar
(b)
psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations).
Inti dari teori ini
adalah sebagai berikut:
3. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada
penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau
penambahan uang giral tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang
beredar, kejadian seperti, misalnva, kegagalan panen, hanya akan menaikkan
harga-harga untuk semenlara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat “bahan
bakar” bagi api inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti
dengan sendirinya, apapun sebab musabab awal dan kenaikan harga tersebut.
4. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan
jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai
kenaikan harga-harga di masa mendatang.
Terdapat 3 kemungkinan keadaan. Keadaan yang pertama adalah bila masyarakat tidak (atau belum)
mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang. Dalam hal mi,
sebagian besar dan penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima oleh
masyarakat untuk menamhah likuiditasnya (yaitu, memperbesar pos Kas dalam buku
neraca para anggota masyarakat). ini berarti bahwa sebagian besar dan kenaikan
jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. berarti bahwa
tidak akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang, jadi tidak
ada kenaikan harga barang-barang (atau harga-harga mungkin naik sedikit
sekali).
Dalam keadaan seperti
ini, kenaikan jumlah uang yang beredar sebesar 10% diikuti oleh kenaikan
harga-harga sebesar, misalnya 1 %. Keadaan ini biasanya dijumpai pada waktu
inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi sedang
berlangsung.
A. Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral
adalah :
Sesuai dengan UU No.
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3
Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral
dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat
lebih fokus dalam pencapaian “single objective”-nya.
Yang dimaksud dengan kestabilan
nilai rupiah adalahKestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan
nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga
barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi
menjadi 2 macam, yaitu :
3. tekanan inflasi yang berasal dari sisi
permintaan
4. tekanan inflasi yang berasal dari sisi
penawaran.
Dalam hal ini, BI
hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari
sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam,
musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar
pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat
inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari
seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan
komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan
sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh
kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat
dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi
secara tajam.
B. Pentingnya kestabilan harga
Pentingnya
pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan
tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
3. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan
pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari
masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin,
bertambah miskin.
4. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan
menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil
keputusan.
Pengalaman empiris
menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan
masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya
akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang
lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan
tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan
tekanan pada nilai rupiah.
Selain kebijakan moneter yang bersifat “langsung” seperti di
atas, bank sentral juga dapat mempengaruhi tujuan akhirnya secara “tidak
langsung”, yaitu melalui berbagai regulasi dan himbauan (moral suassion) kepada sektor perbankan guna mempercepat
mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Dalam melaksanakan pengendalian moneter Bank Indonesia diberikan
kewenangan dalam menggunakan instrumen moneter berupa tetapi tidak terbatas
pada (i) Operasi Pasar Terbuka (open market operation), (ii) penetapan tingkat diskonto (discount rate), (iii) penetapan Giro Wajib Minimum (minimum reserve
requirement), dan (iv) pengaturan
kredit atau pembiayaan.
D. Alasan Perubahan Kerangka Kerja Sebelumnya
(Base Money Targetting)
Sejak dilepasnya sistem crawling band, Bank Indonesia mentargetkan base money (base money targeting) dalam kerangka kebijakan moneternya.
Kerangka tersebut tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia untuk menyerap
kembali kelebihan likuiditas di perbankan sebagai dampak dari adanya bantuan
likuiditas Bank Indonesia sebagai konsekuensi fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the
last resort. Kerangka kebijakan
moneter dengan menggunakan program moneter ini diformalkan sebagai bagian dari
program IMF.
Base money targeting framework didasarkan pada teori kuantitas uang
(quantity
theory of money), yaitu MV=PY4 . Efektivitas kerangka ini sangat tergantung kepada stabilitas velocity uang beredar baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Selain itu, framework ini akan berjalan baik apabila (i) hubungan antara base money
dan inflasi stabil, dan (ii) bank sentral dapat mengendalikan uang kartal.
Dalam pelaksanaannya,
Bank Indonesia menghadapi permasalahan dalam menggunakan framework ini. Hal ini
disebabkan oleh :
·
Hubungan M0 dengan P
dan Y tidak stabil, karena terdapat perubahan struktural pasca krisis5 .
·
Seolah-olah terdapat
dua nominal anchor, yaitu pencapaian sasaran inflasi dan target base
money
·
Respon kebijakan
moneter cenderung backward looking.
·
Cukup sulit
mengendalikan base money, karena sebagian besar komponennya terdiri dari uang kartal
yang perilakunya lebih dipengaruhi oleh permintaan (demand determined)6.
Berbagai
perubahan-perubahan struktural pasca krisis antara lain ditandai dengan :
·
Penerapan floating
exchange rate yang menyebabkan volatilitas nilai tukar yang lebih tinggi
·
Restrukturisasi dan
fungsi intermediasi perbankan terkait dengan program rekapitalisasi dan
pergeseran portfolio aset dari kredit ke obligasi
·
Permasalahan sektor
riil yang mengakibatkan turunnya permintaan kredit.
·
Munculnya berbagai
inovasi produk perbankan, diantaranya reksadana.
Studi di Bank Indonesia menyimpulkan bahwa akibat adanya
perubahan struktural di atas, peran suku bunga menjadi semakin penting
(dibandingkan dengan uang beredar) dalam mempengaruhi inflasi. Untuk itu, perlu
dilakukan peninjauan ulang dan perubahan formulasi kerangka kerja kebijakan
moneter (monetary policy framework) Bank Indonesia yang selama ini telah dianut, dari pendekatan
yang sifatnya pragmatis (eclectic approach) ke dalam suatu framework baru yang sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan moneter yang
sehat (sound).
E. Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter yang
Sehat
(i)
Mempunyai satu tujuan akhir yang diutamakan (overriding objective), yaitu sasaran inflasi, sebagai kontribusi
pokok kebijakan moneter dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu,
sasaran inflasi ditetapkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya (trade-off) dengan pertumbuhan ekonomi.
(ii)
Kebijakan moneter bersifat antisipatif atau forward looking, yaitu dengan mengarahkan kebijakan moneter
yang ditempuh saat ini diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan
pada periode yang akan datang mengingat adanya efek tunda (lag) kebijakan moneter.
(iii)
Mengikatkan diri kepada suatu mekanisme tertentu dalam membuat pertimbangan
penentuan respon kebijakan moneter (constrained discretion). Dalam penetapan respon kebijakan moneter,
bank sentral mempertimbangkan prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta
berbagai variabel lain. Termasuk pertimbangan mengenai kebijakan ekonomi
Pemerintah dalam kerangka koordinasi kebijakan moneter dengan kebijakan makro
lain.
(iv) Sesuai dengan
prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good governance), yaitu berkejelasan tujuan, konsisten,
transparan, dan berakuntabilitas.
F. Inflation Targeting Framework (ITF)
Definisi ITF > ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai
dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai
dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang
rendah dan stabil Merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai
definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat
dikategorikan sebagai “Inflation Targeting lite countries”.
Alasan pemilihan ITF
1. Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter IT
didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :
·
Memenuhi
prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).
·
Sesuai dengan amanat
UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No.
3/2004.
·
Hasil riset
menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.
·
Pengalaman empiris
negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan ITF berhasil menurunkan
inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.
·
Dapat meningkatkan
kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target.
1. Penerapan ITF bukan berarti bahwa bank sentral
hanya menaruh perhatian pada inflasi saja, dan tidak lagi memperhatikan
pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan dan perkembangan ekonomi secara
keseluruhan. Juga, ITF bukanlah suatu kaidah yang kaku (rule) tetapi sebagai
kerangka kerja menyeluruh (framework) untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan
moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti membawa perekonomian kepada kondisi
yang sama sekali tanpa inflasi (zero inflation).
2. Inflasi rendah dan stabil dalam jangka
panjang, justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
(suistanable growth). Penyebabnya, karena tingkat inflasi berkorelasi positif
dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat,
sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan terjadi di
masa mendatang. Akibatnya, suku bunga jangka panjang akan meningkat karena
tingginya premi risiko akibat inflasi. Perencanaan usaha menjadi lebih sulit,
dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat
investor lebih memilih investasi asset keuangan jangka pendek ketimbang
investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya, otoritas moneter seringkali
berargumentasi bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru
kebijakan yang pro pertumbuhan.
G. Sasaran Inflasi
1. Sasaran inflasi sebagai sasaran akhir
kebijakan moneter ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank
Indonesia. Penetapan sasaran inflasi tersebut mempertimbangkan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ekonomi (trade-off) dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
2. Pemerintah setelah berkoordinasi dengan BI
telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2006, 2007,
dan 2008 masing-masing sebesar 8% ±1%, 6%±1%, dan 5,0%±1%. (Berdasarkan siaran
pers : Rapat Koordinasi Bidang Makroekonomi tanggal 17 Maret 2006). Penetapan
lintasan sasaran inflasi ini sejalan dengan keinginan untuk mencapai sasaran
inflasi jangka menengah panjang sebesar 3% agar Indonesia mampu bersaing dengan
negara-negara Asia lainnya .
H. Indikator Kebijakan Moneter
1. Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank
Indonesia akan selalu melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai
indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi,
besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi dan keuangan secara
keseluruhan.
2. Demikian pula, Bank Indonesia akan selalu dan
terus memperhatikan langkah-langkah kebijakan ekonomi yang ditempuh Pemerintah.
Langkah-langkah koordinasi kebijakan yang selama ini telah berlangsung baik
akan terus diperkuat dan ditingkatkan.
3. Analisis dan prakiraan berbagai variabel
ekonomi tersebut dipertimbangkan untuk mengarahkan agar prakiraan inflasi ke
depan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
I. Respon Kebijakan Moneter
1. Tujuan dan bentuk respon kebijakan moneter
adalah sbb:
·
Respon (stance)
kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi
ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah
ditetapkan (konsistensi).
·
Respon kebijakan
moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.
·
Perubahan (kenaikan
atau penurunan) BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap.
1. Fungsi BI Rate sebagai sinyal kebijakan
·
BI Rate adalah suku
bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada RDG triwulan
untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan
berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rate
rata-rate tertimbang hasil lelang SBI pada setiap kali lelang SBI tidak lagi
diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank
Indonesia.
·
BI Rate diumumkan ke
publik segera setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance kebijakan
moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek pencapaian sasaran
inflasi ke depan.
·
BI Rate digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan
agar Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga
instrumen liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku
bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB dan suku bunga jangka
yang lebih panjang.
1. Proses penetapan respon kebijakan moneter
·
Penetapan respon
kebijakan moneter dilakukan dalam RDG triwulanan.
·
Respon kebijakan
moneter ditetapkan untuk periode satu triwulan ke depan.
·
Penetapan respon
kebijakan moneter dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter
dalam mempengaruhi inflasi.
·
Dalam kondisi yang
luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan dalam RDG
bulanan.
1. Dasar pertimbangan penetapan respon kebijakan
·
BI Rate merupakan
respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada
sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika
deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap) dipandang telah
bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.
·
BI Rate ditetapkan
oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan:
1. Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh
fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi,
dan
2. Berbagai informasi lainnya seperti leading
indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert opinion,
asesmen fakto risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan
kebijakan moneter.
3. Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam
perubahan BI Rate (SBI tenor 1 bulan) secara konsisten dan bertahap dalam
kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank
Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan
BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.
J. Operasi Pengendalian Moneter
1. Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang
menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI
Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah
dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya
diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.
2. Pengendalian moneter dilakukan dengan
menggunakan instrumen:
(i)
Operasi Pasar Terbuka (OPT),
(ii)
Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities),
(iii)
Intervensi di pasar valas,
(iv)
Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan
(v)
Himbauan moral (moral suassion).
1. Pengendalian moneter diarahkan pula agar
perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan.
Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas
sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank
Indonesia.
K. Koordinasi dengan Pemerintah
1. Koordinasi dengan Pemerintah dimaksudkan agar
kebijakan moneter Bank Indonesia sejalan dengan kebijakan umum Pemerintah
dibidang perekonomian dengan tetap menjaga tugas dan wewenang masing-masing.
2. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah
dalam penetapan sasaran inflasi dilakukan sesuai dengan MoU yang telah
disepakati antara Pemerintah (cq. Menteri Keuangan) dengan Bank Indonesia,
diantaranya adalah:
·
Bank Indonesia
menyampaikan usulan Sasaran Inflasi kepada Pemerintah selambat-lambatnya bulan
Mei pada tahun sebelum periode sasaran inflasi berakhir.
·
Dalam hal terjadi
kondisi yang luar biasa sehingga Sasaran Inflasi yang telah ditetapkan menjadi
tidak realistis dan perlu direvisa, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan
perubahan Sasaran Inflasi setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
1. Pentingnya keterlibatan Pemerintah dalam
menetapkan inflasi didasarkan pada pertimbangan beberapa faktor. Pertama, tidak
semua sumber inflasi di bawah kendali kebijakan Bank Indonesia. Kebijakan
pemerintah turut menyumbang inflasi, diantaranya adalah penetapan administered
price, upah minimum regional, gaji pegawai negeri, kebijakan di bidang produksi
sektoral, perdagangan domestik dan tata niaga impor. Kebijakan pemerintah
lainnya (misalnya di bidang politik, keamanan, dan penegakan hukum) juga secara
tidak langsung turut mempengaruhi inflasi. Kedua, kebersamaan komitmen
pengendalian inflasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia di atas kertas akan
menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel, karena menjadi “milik bersama”. Jika
sasaran inflasi sangat kredibel, dalam arti Bank Indonesia dan Pemerintah
dinilai akan mampu mencapainya, para pelaku ekonomi akan menyamakan perkiraan
inflasi mereka dengan angka sasaran inflasi tersebut. Bila kondisi ini terjadi,
Pemerintah dan Bank Indonesia akan lebih mudah menurunkan dan menstabilkan
inflasi dalam jangka menengah dan panjang, tanpa harus menelan biaya kebijakan
yang terlalu besar.
2. Sebagai tindak lanjut, Bank Indonesia bersama
Pemerintah telah membentuk tim penetapan sasaran, pemantauan, dan pengendalian
inflasi (selanjutnya disebut Tim Pengendalian Inflasi) yang beranggotakan
beberapa departemen teknis. Adapun tugas tim tersebut antara lain mencakup
pemberian usul mengenai sasaran inflasi, mengevaluasi sumber-sumber dan potensi
tekanan inflasi serta dampaknya terhadap pencapaian sasaran inflasi,
merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung pencapaian sasaran inflasi,
serta melakukan diseminasi mengenai sasaran dan upaya pencapaian sasaran
inflasi kepada masyarakat. Diharapkan pembentukan Tim Pengendalian Inflasi ini
akan meningkatkan koordinasi antara otoritas moneter dengan Pemerintah secara
keseluruhan, sehingga sasaran inflasi menjadi tujuan bersama yang credible dan
achievable.
3. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah juga
dilakukan dalam penetapan asumsi-asumsi makro untuk bahan penyusunan RAPBN,
baik melalui rapat koordinasi dengan Departemen Keuangan (dan instansi terkait)
maupun dalam pembahasan dengan DPR.
4. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah
mengenai kebijakan di bidang perekonomian lainnya dilakukan dalam Sidang
Kabinet maupun pertemuan-pertemuan lainnya sesuai dengan perkembangan dan
permasalahan yang terjadi.
L. Transparansi
1. Kebijakan moneter dikomunikasikan secara
berkesinambungan kepada masyarakat untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan
moneter dalam membentuk ekspektasi dan pencapaian sasaran inflasi.
2. Komunikasi kebijakan moneter mencakup
pengumuman dan penjelasan pencapaian sasaran inflasi, kerangka kerja dan
langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal RDG,
serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
3. Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan
cara termasuk dan tidak terbatas pada siaran pers, konperensi pers (terutama
segera setelah RDG Triwulanan untuk menjelasankan respon kebijakan moneter),
publikasi (termasuk penerbitan “Laporan Kebijakan Moneter” atau “Inflation
Report”), maupun penjelasan langsung kepada masyarakat.
4. Komunikasi kebijakan moneter disampaikan
kepada masyarakat luas termasuk dan tidak terbatas pada media massa, pelaku
ekonomi, kalangan pakar dan akademisi.
M. Akuntabilitas
1. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter
disampaikan kepada DPR untuk meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan
tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam UU.
2. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter
dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas
Laporan Kebijakan Moneter (“Monetary Policy Report” atau “Inflation Report”) secara
triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu.
3. Laporan Kebijakan Moneter disampaikan pula
kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.
4. Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun
tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan penjelasan kepada
Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara
terbuka kepada DPR dan masyarakat yang dilakukan paling lambat Februari tahun
berikutnya.
N. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK )
Istilah Stabilitas
Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku secara
internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada
intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak
stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat
kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari
berbagai sumber:
1. 1. SSK adalah
sistem keuangan yang mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan
(shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor
riil dan sistem keuangan.”
2. 2. SSK adalah
sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga
tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar
risiko secara baik.”
3. 3. SSK adalah
suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan
pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.”
Meskipun definisi yang
seragam mengenai SSK belum ada, namun untuk memahami lebih jauh soal ini, dapat
dilakukan dengan meneliti faktor-faktor yang dapat menganggu stabilitas itu
sendiri. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam
penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan
pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu
sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik).
Sistem keuangan secara umum terdiri dari pasar, lembaga dan infrastruktur.
Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko
kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.
Meningkatnya
kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan
teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa
jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin
dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai
perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu
ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat
mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.
Identifikasi terhadap
sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward looking
(melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang
akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas
dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai
seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan
bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.
Dua Model Perekonomian
Dalam menganalisa suatu perkenomian, dikenal dua model
perekonomian, yaitu perekonomian tertutup danperekonomian terbuka.
Perekonomian tertutup
Adalah model
perekonomian yang pada pelakunya, khususnya Produsen dan Konsumen, secara
sederhana akan melakukan kegiatan dalam penjualan dan pembelian di pasar yang
saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya masing-masing.
Dalam transaksi pasar tersebut, mereka akan terikat dengan kontrak dagang atau
kesepakatan jual beli, dan kemudian ditetapkanlah harga jual atau harga beli
dari kegiatan tersebut. Untuk memfasilitasi kegiatan produksi dan
kegiatan konsumsi ini secara efektif maka sistem perekonomian memerlukan
Lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainnya seperti pasar modal, lembaga
asuransi, lembaga penjamin, pegadaian atau lembaga keuangan mikro yang terdapat
di daerah pedesaan. Lembaga Perbankan peranannya sangat vital untuk
mengumpulkan dana-dana yang ada di masyarakat, yang selanjutnya mereka akan
melakukan pengalokasian dana tersebut melalui pemberian fasilitas perkreditan
atau jasa perbankan lainnya. Hal ini dikatakan ekonomi pasar
tertutup, karena didalamnya belum termasuk peran luar negeri dalam sistem
ekonomi tersebut.
Pada sistem ekonomi yang terbuka,
Terdapat kemungkinan dari produsen untuk melakukan kegiatan
ekspor barang dan produk dagangan dengan tujuan pasar-pasar di negara lain atau
sebaliknya melakukan kegiatan impor atas bahan mentah dan bahan penolong serta
mesin atau barang jadi dari luar negara. Dalam model terbuka ini jasa
perbankan dan lembaga keuangan dapat juga berasal dari luar negeri dan kita
dihadapkan pada sistem perekonomian yang semakin menyatu (the borderless
economy) yang disebut dengan the global economy. 6Dengan memasukkan
sektor luar negeri ke dalam model penghitungan pendapatan nasional, berarti
kita menamijahkan dua variabel dalam model perekonomian tiga sektor, yaitu
variabel ekspor (X) dan variabel impor (M).
Dengan demikian untuk menghitung pendapatan nasional
keseimbangan pada perekonomian terbuka dilakukan dengan jalan menyamakan antara
sisi pendapatan dan sisi pengeluaran.Dalam sistem perekonomian terbuka ini,
pengeluaran untuk impor dibedakan menjadi dua jenis, yaitu apakah impor itu
tergantung dari variabel lain, atau tidak (nilainya dianggap tetap).Untuk impor
yang nilainya tetap dapat dituliskan sebagai berikut :M = M0; di mana M0 adalah besarnya impor,
Sedangkan impor yang nilainya tergantung dari besar kecilnya pendapatan
dirumuskan sebagai berikut: M= M0 + mY, di mana Y adalah
pendapatn dan m adalah Marginal Propensity to ImportMenurut Tedi Heriayanto 8, tolok ukur yang baik untuk menilai kadar keterbukaan suatu
perekonomian adalah rasio ekspor dan impor terhadap total GNP. Jika rasio
ekspor-impor terhadap GNP melebihi 50% maka dikatakan perekonomian lebih
terbuka. Perdagangan internasional dapat terjadi karena beberapa alasan, yaitu
:
·
Keanekaragaman kondisi
produksi. Perdagangan diperlukan karena adanya keanekaragaman kondisi produksi
di setiap negara. Misalnya, negara A karena beriklim tropis dapat
berspesialisasi memproduksi pisang, kopi; untuk dipertukarkan dengan barang dan
jasa dari negara lain.
·
Penghematan biaya.
Alasan kedua adalah timbulnya increasing returns to scale (penurunan biaya pada skala produksi yang
besar). Banyak proses produksi menikmati skala ekonomis, artinya proses
produksi tersebut cenderung memiliki biaya produksi rata-rata yang lebih rendah
ketika volume produksi ditingkatkan. Cara apa yang lebih baik untuk
meningkatkan produksi selain menjualnya ke pasar global ?
·
Perbedaan selera.
Sekalipun kondisi produksi di semua daerah serupa, setiap negara mungkin akan
melakukan perdagangan jika selera mereka berbeda. Contohnya, negara A dan B
menghasilkan daging sapi dan daging ayam dalam jumlah yang hampir sama, tetapi
karena masyarakat negara A tidak menyukai daging sapi, sedang negara B tidak
menyukai daging ayam, dengan demikian ekspor yang saling menguntungkan dapat
terjadi di antara kedua negara tersebut, yaitu bila negara A mengimpor daging
ayam dan mengekspor daging sapi, sebaliknya negara B mengimpor daging sapi dan
mengekspor daging ayam.
·
Prinsip keunggulan komparatif
(comparative advantage). Prinsip ini mengatakan bahwa setiap negara akan
berspesialisasi dalam produksi dan mengekpor barang dan jasa yang biayanya
relatif lebih rendah (artinya lebih efisien dibanding negara lain); sebaliknya
setiap negara akan mengimpor barang dan jasa yang biaya produksinya relatif
lebih tinggi (artinya kurang efisien dibanding negara lain).
Dengan adanya
perekonomian terbuka dan setiap negara berkonsentrasi pada bidang yang memiliki
keunggulan komparatif, maka kehidupan semua orang akan menjadi lebih baik.
Pekerja di setiap negara dapat memperoleh konsumsi dalam jumlah yang meningkat
untuk jumlah jam kerja yang sama.
Neraca Pembayaran Internasional
Berbagai permasalahan
ekonomi dewasa ini sebagian besar sangat terkait dengan permasalahan defisit
neraca pembayaran dan utang atau kredit luar negerinya.
Neraca pembayaran
internasional (international balance of payment) suatu negara merupakan laporan
keuangan negara yang bersangkutan atas semua transaksi ekonomi dengan
negara-negara lain yang disusun secara sistematis; neraca ini menghitung dan
mencatat semua arus barang, jasa, dan modal antara suatu negara dengan negara
lain.
Neraca pembayaran luar
negeri suatu negara pada umumnya dibagi ke dalam empat bagian, yaitu:
·
Transaksi berjalan
(current account). Termasuk ke dalamnya barang dagangan (neraca perdagangan),
pos-pos tak berwujud (jasa, dan pendapatan dari investasi netto), dan ekpor
atau impor serta bantuan pemerintah.
·
Neraca modal (capital
account). Termasuk ke dalamnya pembelanjaan swasta dan pemerintah dan penjualan
aset seperti saham, obligasi, dan real estate).
·
Penyimpangan
statistik.
·
Penyelesaian resmi
(official settlements).
Total item yang
termasuk bagian 1 biasanya disebut saldo transaksi berjalan. Hal ini memuat
selisih antara total ekspor dengan total impor barang dan jasa. Bila total
ekspor melebihi total impor barang dan jasa maka akan terjadi surplus transaksi
berjalan, sebaliknya akan terjadi defisit transaksi berjalan.
Sejarah menunjukkan
bahwa setiap negara cenderung untuk memiliki beberapa tahapan dalam neraca
pembayaran mereka, mulai dari negara debitur muda hingga negara kreditur madya.
Negara debitur muda
Dalam tahapan ini
suatu negara lebih banyak mengimpor daripada mengekspor, selisih di antara
keduanya ditutup melalui pinjaman luar negeri, sehingga memungkinkan negara
tersebut menumpuk modal.
Negara debitur madya
Dalam tahapan ini
neraca perdagangan suatu negara telah surplus, akan tetapi pertumbuhan dividen
dan bunga yang harus dibayarkan untuk pinjaman luar negeri, menjadikan saldo
neraca modalnya kurang seimbang.
Negara kreditur muda
Dalam masa ini suatu
negara mengembangkan ekspornya secara luar biasa. Negara meminjamkan uang
kepada negara-negara lain.
Negara kreditur madya
Pada tahapan ini,
pendapatan modal dan investasi luar negeri memberikan surplus cukup besar
terhadap pos tak tampak, yang kemudian diseimbangkan dengan defisit neraca
perdagangan.
Nilai ekspor dan impor
yang terlihat dalam saldo transaksi berjalan, dipengaruhi oleh kurs mata uang
yang digunakan. Selain itu kekuatan nilai tukar (kurs) akan mempengaruhi
nilai ekspor atau impor dari suatu negara terhadap negara lainnya.
IWAN KANDORI 2012
Komentar
Posting Komentar